Opini Terbaru
BALKONDES Desa Mekarwangi Lembang, Setelah Belajar dari Desa Ponggok Klaten
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Setelah kunjungan dari Desa Ponggok, Ade Suparno, waktu itu masih menjabat sebagai Kepala Desa Mekarwangi (Lembang, Bandung Barat) bersama BPD, Ketua RT/RW serta institusi Desa Mekarwangi lainnya terinspirasi untuk memetakan potensi dan Aset yang ada di Desa Mekarwangi.
Dengan hasil kesepakatan Bersama melalui Musyawarah desa, direncanakanlah untuk membangun wisata Desa mekarwangi. Diatas tanah kas desa yang waktu itu masih digarap oleh 8 (delapan) orang warga. Disepakati untuk memberikan ganti rugi kepada 8 (delapan) orang warga yang menggarap tanah kas Desa Mekarwangi.
Untuk terlaksananya pembangunan Wisata Desa Mekarwangi, Kepala Desa Mekarwangi terdahulu (H. Ade Suparno) mengajukan kepada manajemen CSR Bank Mandiri. Kepala Desa berpikir kalau pembangunan infrastruktur wisata ini dibiayai dari Dana Desa tidak mungkin tercapai dengan cepat, karena alokasi anggaran masih fokus pada pembangunan dan pemberdayaan Desa lainnya. Singkat kata, terbangunlah Wisata Desa Mekarwangi yang sekarang diberi nama “Balai Ekonomi Masyarakat Desa” (BALKONDES).
Untuk sementara ini pengelolaan Balkondes masih dikelola oleh Karang Taruna. Selama 3 (tiga) bulan, kurang lebih sampai bulan Maret 2020, Balkondes masih didampingi oleh konsultan dari Bank Mandiri. Nantinya, bangunan tersebut serah terima menjadi Aset Desa. Aset Desa ini rencananya akan dikelola oleh BUM Desa, tanpa mengalami pemindahtanganan aset.
Pendidikan dan Pembelajaran BUM Desa
Saya mengikuti acara Pendidikan dan Pembelajaran (Dikjar) BUM Desa yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Jaringan Komunikasi Desa (Jarkom Desa) bersama Telkom. Kami dari pendamping Desa, baik PD dan PLD, bersama dengan aparatus Desa Mekarwangi dan beberapa Desa lainnya melakoni proses Dikjar BUM Desa pada pertengahan akhir bulan Desember 2019.
Dari pendidikan dan pembelajaran ini kami memperoleh pengetahuan dan teknis pendampingan yang selaras dengan kondisi BUM Desa. Wisata alam sesungguhnya adalah hilir, sedangkan hulunya adalah layanan usaha sebelumnya. Panji Pradana sudah menulis lebih lengkap hal ini dengan mengembangkan gagasan Dr. Sutoro Eko, pada gagasannya tentang prakarsa Desa Wisata. Desa Wisata mengandung teknis wisata tetapi bukan hanya teknis, namun yang lebih krusial adalah institusi yang melingkupinya. Desa Wisata bisa juga hadir dalam bentuk pertanian, perkebunan, peternakan dan seterusnya. Karena itu Sumberdaya Milik Bersama (SMB) seperti pemandangan alam, laut, mata air, sungai adalah sumber dan basis kemakmuran Desa.
BUM Desa Mekar Laksana Jaya, Desa Mekarwangi, Lembang, Bandung Barat sudah mengelola usaha perdagangan skala lokal Desa. Beras, gula pasir, minyak goreng, telor dan gas LPG. BUM Desa menjalankan jenis layanan usaha distribusi beras dan lainnya kepada warung yang ada di Desa. Tak tertutup kemungkinan BUM Desa ini akan berkembang menjadi holding atas usaha perdagangan sebelumnya, dan wisata budidaya pertanian. Lalu disatukan dengan infrastruktur Balkondes. Sebagai sumber dan basis kemakmuran Desa.
Manajemen, Akuntansi, dan Cara Berhukum BUM Desa
Selain itu BUM Desa Mekar Laksana Jaya melakukan kerjasama dengan organisasi pengelola air bersih pada skala lokal Desa.
Pemikiran saya adalah kelompok masyarakat pengelola air bersih ini sudah ada lebih dahulu daripada BUM Desa. Opsinya ada 2 (dua). Menjadi bagian dari Divisi Usaha BUM Desa. Atau berdiri sendiri (terlepas dari struktur organisasi BUM Desa). Hasil pembahasan dan kesepakatan dalam Musyawarah Desa sudah memutuskan, kelompok pengelola air bersih berdiri sendiri diluar BUM Desa.
Nah, peran BUM Desa terletak pada pemberian fasilitas pipa kepada kelompok masyarakat pengelola air bersih. Kelompok masyarakat ini bebas untuk melakukan layanan.
Ada sisi menarik kaitan dengan bantuan pipa dari pemerintah provinsi. Bantuan dari supra-Desa berupa barang ini mesti kita lihat sebagai Aset Desa atau Aset BUM Desa? Kita lihat ketentuan atau panduan bantuannya.
Bila panduan itu menentukan menjadi Aset Desa, maka langkah pendampingan harus menyusun legitimasi hukumnya. Misalnya, Peraturan Desa tentang Status Bantuan Pemerintah Provinsi tersebut menjadi Modal dan Aset BUM Desa.
Sebaliknya, bila panduan itu menentukan menjadi Aset BUM Desa, maka langkah pendampingan harus mengakuinya kedalam pencatatan laporan keuangan. Pipa tersebut menjadi Aset BUM Desa dibandingkan dengan Pendapatan Rupa-rupa. Akun Pendapatan Rupa-rupa atau Pendapatan Lain-lain menunjukkan bahwa BUM Desa pada awalnya tidak punya skema bisnis pengelolaan air, tetapi menjadi konsolidator gerakan warga Desa dan siap bekerjasama dengan kelompok pengelola air bersih.
Sejak terbitnya PP No. 47/2015 tentang pelaksanaan UU Desa (baca: sebelum terbitnya PP No. 11/2021 BUM Desa), modal BUM Desa tidak lagi bersumber dari bantuan pemerintah sehingga akuntansi keuangan BUM Desa tidak bisa mencatat "bantuan langsung kepada BUM Desa itu" pada kategori EKUITAS (populer disebut: Modal). Lebih tepat mencatatnya pada akun Pendapatan Rupa-rupa.
Penggunaan Hasil Usaha
BUM Desa menerima pendapatan dari hasil kerjasama pemanfaatan pipa untuk air bersih dan layanan usaha lainnya pada skala lokal Desa.
Pada sesi Akuntansi Keuangan BUM Desa, kami belajar bahwa pendapatan itu dikurangi beban dan selanjutnya menjadi laba.
Dari laba itulah BUM Desa membagi 2 (dua) penggunaan Hasil Usaha sesuai ketentuan Pasal 89 UU Desa. Pertama, laba ditahan yang dijadikan modal (perspektif akuntansi) dan digunakan untuk pengembangan usaha (perspektif hukum dari UU Desa). Kedua, setor ke PADesa supaya pemerintah Desa bisa menggunakan untuk bantuan sosial, program pemberdayaan dan pembangunan Desa lainnya.
Inilah yang belum banyak kami dapatkan dari praksis Berdesa selama ini. Mendampingi BUM Desa butuh banyak dialog, diskusi, debat, kerja, mendengar keluh kesah, dan mencari jalan keluar yang tidak biasa.*
Sumber: Agus Dadang, Pendamping Lokal Desa, Desa Mekawarwangi-Lembang, Bandung Barat, Jawa Barat. Twitter: @AgusDadangSSPd1. Diolah.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar