Opini Terbaru

Between Facts and Norms, Pemikiran Hukum Jürgen Habermas (2): Pengantar dari Jürgen Habermas

Gambar
PENGANTAR Jürgen Habermas  | Penerjemah: Anom Surya Putra | Di Jerman, filsafat hukum telah lama tidak lagi menjadi materi pembahasan bagi para filsuf. Jika saya jarang menyebut nama Hegel dan lebih mengandalkan teori hukum Kantian, hal ini juga mengungkapkan keinginan saya untuk menghindari suatu model yang menetapkan standar yang tidak dapat dicapai bagi kita. Memang, bukan kebetulan bahwa filsafat hukum, dalam mencari kontak dengan realitas sosial, telah bermigrasi ke aliran-aliran (mazhab) hukum. [1] Namun, saya juga ingin menghindari ilmu hukum teknis yang terfokus pada fundasi-fundasi hukum pidana. [2] Apa yang dulunya dapat dianut secara koheren dalam konsep-konsep filsafat Hegelian saat ini menuntut pendekatan pluralistis yang menggabungkan perspektif teori moral, teori sosial, teori hukum, serta sosiologi dan sejarah hukum. Saya menyambut ini sebagai kesempatan untuk menampilkan pendekatan pluralistis yang sering tidak diakui/disadari teori tindakan komunikatif. Konsep-konse

OPINI Berdesa: BUM Desa Bukan Badan Hukum Privat seperti CV, PT, dan Koperasi

KEBUNTUAN teoritis atas praksis BUM Desa terjadi karena kaidah hukum Pasal 87 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa melegitimasi badan hukum BUM Desa yang secara spesifik tidak dapat disamakan dengan badan hukum privat (CV, PT, dan Koperasi). Logika hukum memberikan ide korelasi antar kategori untuk memperjelas penalaran badan hukum publik bercirikan Desa (BUM Desa) dan badan hukum privat (CV, PT, Koperasi).

Pertama, Badan hukum privat (CV, PT, dan Koperasi) dilandasi personalitas-individual atau personalitas-kelompok (Gesammtpersönlichkeit; Jerman).

Kedua, Badan hukum publik bercirikan Desa (BUM Desa) dilandasi personallitas-kolektif (Gesammtpersönlichkeit; Jerman).

Ketiga, pendirian badan hukum privat (CV, PT, Koperasi) bertujuan untuk melayani kepentingan individu dan kelompok masyarakat tersebut.

Keempat, pendirian badan hukum publik bercirikan Desa (BUM Desa) bertujuan untuk membantu penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan memenuhi kebutuhan masyarakat Desa.

Kelima, hubungan logis antara personalitas badan hukum (poin a dan poin b) dan tujuan pendiriannya (poin c dan poin d) adalah subalternasi. Badan hukum privat (CV, PT, Koperasi) eksis untuk melayani kepentingan individual atau kelompoknya, sedangkan badan hukum BUM Desa eksis untuk membantu penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan memenuhi kebutuhan masyarakat Desa.

Keenam, hubungan logis personalitas antara badan hukum privat (poin a) dan badan hukum BUM Desa (poin b) adalah kontraris. Badan hukum privat (CV, PT, Koperasi) tidak mempunyai personalitas-kolektif sebagaimana terdapat pada badan hukum BUM Desa, sedangkan badan hukum BUM Desa tidak mempunyai personalitas individual dan kelompok sebagaimana terdapat pada badan hukum privat (CV, PT, Koperasi). Dengan penalaran demikian maka suatu badan hukum privat (CV, PT, Koperasi) tidak dapat disebut sebagai BUM Desa, sedangkan BUM Desa tidak dapat disebut sebagai badan hukum privat (CV, PT, Koperasi).

Ketujuh, hubungan logis antara personalitas badan hukum privat (poin a) dan tujuan pendirian badan hukum BUM Desa (poin d) adalah kontradiksi. Demikian pula dengan penalaran yang sama atas personalitas badan hukum BUM Desa (poin b) dan tujuan pendirian badan hukum privat (poin c). Personalitas individual-kelompok badan hukum privat tidak mungkin eksis membantu penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan memenuhi kebutuhan masyarakat Desa. Personalitas-kolektif badan hukum BUM Desa tidak mungkin eksis hanya melayani kepentingan individu dan kelompok masyarakat tertentu.

Konsekuensi dari hubungan logis antara BUM Desa badan hukum publik bercirikan Desa yang kontraris dan kontradiksi dengan badan hukum privat adalah menentukan tindakan strategis yang dilakukan oleh Sistem baik kekuasaan negara maupun kekuasaan pasar.

Pemerintah supra-Desa berwenang melakukan tindakan verifikasi yang bersifat administratif terhadap BUM Desa berkaitan dengan substansi peraturan di Desa yang melegitimasinya. Hal ini bertujuan untuk memperkuat alasan-alasan hukum berbasis bukti (evidence) yang melegitimasi kewenangan pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah Desa untuk memberikan hibah dan/atau akses permodalan, pendampingan teknis dan akses ke pasar (market), dan kebijakan yang memprioritaskan perlindungan hukum terhadap BUM Desa dalam pengelolaan sumber daya alam di Desa. Oleh karena itu, peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah supra-Desa menyusun kriteria-kriteria dalam kaidah prosedur untuk memastikan eksistensi nyata BUM Desa sebagai badan hukum publik bercirikan Desa. 

BUM Desa sebagai Badan Hukum Publik Bercirikan Desa wajib memberikan informasi tentang kinerjanya secara terbuka kepada publik berkaitan dengan penggunaan Dana Desa, aset Desa, dan hasil kerjasama kemitraan strategis untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa. Oleh karena itu, Pemerintah Desa dan/atau Pelaksana Operasional BUM Desa menyajikan profil BUM Desa untuk diserahkan kepada pemerintah supra-Desa. Profil BUM Desa dimaksudsecara ringkas menyajikan hasil analisis perencanaan usaha, besaran penyertaan modal dari Desa dan warga Desa, penggunaan hasil usaha untuk pengembangan usaha dan Pendapatan Asli Desa sesuai ketentuan Pasal 89 UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, dan laporan keuangan sesuai Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP).

BUM Desa yang mengklaim dirinya berstatus badan hukum privat (perseroan terbatas) tidak diakui sebagai BUM Desa, karena BUM Desa dimaksud tidak didasari alasan-alasan personalitas-kolektif dan tujuan pendirian BUM Desa untuk membantu penyelenggaraan pemerintahan Desa dan memenuhi kebutuhan masyarakat Desa. Oleh karena itu pemerintah supra-Desa berwenang menerbitkan peraturan yang didalamnya merumuskan kaidah pengakuan dan kaidah prosedur terhadap hubungan antara BUM Desa (badan hukum publik bercirikan Desa) dan Unit Usaha (badan hukum privat) sebagai holding atas unit-unit usahanya.

Pertama, BUM Desa sebagai badan hukum publik dalam peraturan supra-Desa dapat mendirikan unit usaha berstatus badan hukum privat dengan tujuan mendayagunakan potensi ekonomi Desa; 

Kedua, dalam hal BUM Desa mendirikan unit usaha berstatus badan hukum privat harus melakukan analisis perencanaan usaha dan penyertaan modal dari BUM Desa yang sah (yang dibuktikan dengan laporan posisi keuangan berdasar Standar Akuntansi Keuangan meliputi neraca, laporan laba rugi, arus kas dan perubahan ekuitas).

Ketiga, laporan posisi keuangan dan perencanaan usaha merupakan alasan-alasan hukum untuk mendirikan Unit Usaha BUM Desa sehingga laporan posisi keuangan dan perencanaan usaha tersebut harus dibahas dan disepakati terlebih dahulu melalui musyawarah BUM Desa. Berkaitan dengan pinjaman atau hutang yang dilakukan oleh BUM Desa maka perbuatan hukum tersebut harus disetujui oleh Pemerintah Desa.

Keempat, legalitas (keabsahan) Unit Usaha BUM Desa diselenggarakan oleh Notaris dan Kementerian Hukum dan HAM untuk memperoleh akta pendirian sesuai kewenangan dan prosedur yang berlaku.

Kelima, setiap Unit Usaha yang dibentuk oleh BUM Desa mengutamakan penyertaan modal dari BUM Desa dan warga Desa.

Keenam, setiap Unit Usaha yang telah dibentuk oleh BUM Desa dapat melakukan perjanjian kerjasama dengan para pihak termasuk pelaku usaha dari luar Desa sesuai dengan perencanaan dan analisis kelayakan usaha dari Unit usaha BUM Desa.

Ketujuh, Pemerintah daerah provinsi dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota berwenang menerima laporan posisi keuangan BUM Desa dan unit-unit usahanya melalui sistem informasi keuangan BUM Desa, meliputi Neraca, Laba Rugi, Arus Kas, dan Perubahan Ekuitas. Tujuannya adalah laporan posisi keuangan dimaksud menjadi acuan bagi Pemerintahan supra-Desa itu dalam melaksanakan program-program berbasis kebijakan hibah, akses permodalan, pendampingan teknis dan akses ke pasar (market) dan perlindungan terhadap BUM Desa dalam mengelola sumber daya alam di Desa.*

Penulis: Anom Surya Putra (tulisan ini terbit pertama kali sekitar awal tahun 2019)


Komentar

Artikel Terpopuler

21-Days of Abundance Meditation Challenge Deepak Chopra

Day 2 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 1 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 15 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 12 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 13 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 7 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Permendagri No. 114/2014 tentang Pembangunan Desa Tidak Berlaku, Lex Posterior Derogat Legi Priori

Sosiologi Hukum Mathieu Deflem (3): Memulihkan Sosiologi Hukum

Between Facts and Norms, Pemikiran Hukum Jürgen Habermas (2): Pengantar dari Jürgen Habermas