Opini Terbaru

Between Facts and Norms, Pemikiran Hukum Jürgen Habermas (2): Pengantar dari Jürgen Habermas

Gambar
PENGANTAR Jürgen Habermas  | Penerjemah: Anom Surya Putra | Di Jerman, filsafat hukum telah lama tidak lagi menjadi materi pembahasan bagi para filsuf. Jika saya jarang menyebut nama Hegel dan lebih mengandalkan teori hukum Kantian, hal ini juga mengungkapkan keinginan saya untuk menghindari suatu model yang menetapkan standar yang tidak dapat dicapai bagi kita. Memang, bukan kebetulan bahwa filsafat hukum, dalam mencari kontak dengan realitas sosial, telah bermigrasi ke aliran-aliran (mazhab) hukum. [1] Namun, saya juga ingin menghindari ilmu hukum teknis yang terfokus pada fundasi-fundasi hukum pidana. [2] Apa yang dulunya dapat dianut secara koheren dalam konsep-konsep filsafat Hegelian saat ini menuntut pendekatan pluralistis yang menggabungkan perspektif teori moral, teori sosial, teori hukum, serta sosiologi dan sejarah hukum. Saya menyambut ini sebagai kesempatan untuk menampilkan pendekatan pluralistis yang sering tidak diakui/disadari teori tindakan komunikatif. Konsep-konse

OPINI Musik: Lagu Republik Desa


"Membicarakan masa lampau untuk berkomunikasi dengan masa depan". Kami membuat lagu ini setelah  terinspirasi NEGARAKERTAGAMA atau Desa Warnana bahwa macan/singha (simbol dari penguasa) harus tetap hormat ketika masuk ke hutan (simbol dari Desa). Tancapkanlah prasasti Sima, bukan kertas bertabir kepalsuan, serba batasan dan pewajiban. 😙😙😙


REPUBLIK DESA

Lirik: Anom Surya Putra

Lagu dan Aransemen: Dicky

Cajon: Dicky

Vokal: Dicky dan Dyah

Gitar: Haryowid

Violin: Kamto

Studio: Rhendy Abraham

Nusantara bukan tanah kosong dan tandus

Kami atur dan urus sendiri 

Tiga Abad

Gajah memikul Air

Naga hisap Embung kami


Itu Hak kami semua tanpa batasan

Uang kertas itu bukan milikmu

BUKAN MILIKMU...


Republik Desa kami tak pernah mati

Istana, Taburlah Kertas tanpa kepalsuan

Itu hak kami semua 

tanpa batasan

Uang kertas itu 

bukan milikmu

BUKAN MILIKMU...


Sidoarjo, 26 Desember 2017



Lalu, apakah makna dari lirik lagu "Republik Desa"?

Melampaui perdebatan epistemologis klasik tentang politik hukum, Prof. Ateng Syafruddin dan Dr. Suprin Na'a dalam buku Republik Desa (2010) memulai penelusurannya dengan menghadirkan teks yang membahas Republik Desa (Dorpsrepubliek) secara historis. 

Karya Van Vollenhoven berjudul Staatsrecht Overzee (1934) dikutip dalam buku Prof Ateng (yang juga seorang Nahdliyin dari Jawa Barat) sebagai argumentasi awal. Tahun 1596 ketika kapal berbendera tiga warna (mungkin maksudnya kapal Belanda: 'het eerste schip met de driekleur aan den mast in den Indischen archipel binnenvalt') memasuki wilayah kepulauan Hindia atau Nusantara. Dalam literatur lama, Nusantara dipahami sebagai  wilayah hukum tata negara (staatsrechtelijk). 

NUsantara bukanlah tanah kosong nan tandus, tapi dipenuhi institusi pengaturan masyarakat, pemerintahan, perkampungan asli (dorpen), kerajaan, dan republik-republik (republieken). Istilah republik-republik (republieken) menunjuk pada kesatuan masyarakat hukum yang punya kuasa atas dirinya, meski Kerajaan Majapahit tegak berdiri. 

Kutipan dari Van Vollenhoven itu menunjukkan bahwa terdapat 3 (tiga) struktur utama di Nusantara yakni perkampungan, kerajaan dan republik. Republik Desa menjadi pemerintahan asli di Nusantara, dan berbeda dengan kerajaan maupun perkampungan biasa.

Masa depan kita ditentukan pertarungan antara Gajah vs Naga. Sutoro Eko (STPMD-APMD Yogyakarta) menyatakan, Gajah merupakan penanda gerakan berdesa (panchayat) dari Mahatma Gandhi di India. Berjalan pelan namun pasti. Sedangkan Naga adalah kekuatan masif-korporatisasi yang terbang dari langit ke permukaan bumi. 

Lagu ini bisa jadi menjadi pembuka jalan penghayatan atas mantra-mantra suci: Republik Desa, Rekognisi, Restorasi Republik Desa dan akhirnya Rekonstitusi Desa. 

Teman-teman pemusik lagu Republik Desa pun ini telah menjalani aransemen Jalan Berdesa dengan mantra-mantra suci itu dalam tempo 'Andante'...perlahan namun pasti. 🚶

Penulis: Anom Surya Putra

NEXT: KUMPULAN LAGU DAN OPINI MUSIK






Komentar

Anonim mengatakan…
Desa menjadi benteng pertahanan terakhir mewujudkan jalannya Demokrasi ekonomi, demokrasi politik secara berbareng. Salam hormat Jaringan Kebudayaan Rakjat Sumsel. #terusbergerak
Anom Surya Putra mengatakan…
Benar, demokrasi deliberatif di Dunia-Kehidupan Desa akan mengkomunikasikan jalannya demokrasi ekonomi dan politik, yang terkadang macet berjalan di Sistem.

Artikel Terpopuler

21-Days of Abundance Meditation Challenge Deepak Chopra

Day 2 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 1 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 15 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 12 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 13 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 7 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Permendagri No. 114/2014 tentang Pembangunan Desa Tidak Berlaku, Lex Posterior Derogat Legi Priori

Sosiologi Hukum Mathieu Deflem (3): Memulihkan Sosiologi Hukum

Between Facts and Norms, Pemikiran Hukum Jürgen Habermas (2): Pengantar dari Jürgen Habermas