Opini Terbaru
Cerita Bersambung Kerumunan adalah Neraka [3]
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
~ MUDRA ~
Terlampau akrab dikenali oleh Sari untuk mengetahui siapa yang bertamu tanpa harus mengintip lewat lubang kunci. Kepala Desa datang bersama sosok yang muda belia.
"Silahkan masuk, Bu Raisa."
"Perkenalkan, ini Mudra, Direktur Badan Usaha Milik Desa yang baru," kata Bu Raisa, Kepala Desa.
Sari tidak berucap untuk mengenal wajah dan tubuh Mudra. Sosok pemimpin organisasi bisnis Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa). Sebab kepalanya masih susah mengingat nama orang, setelah ia pingsan selama empat belas hari. Pedagang bebek goreng menemukannya pingsan di hutan gayam. Malam itu ia terbebas dari kerumitan pagebluk, tapi melihat jiwa-jiwa yang terperangkap di dalam mata air purba dan tanah liat hutan gayam.
"Kelihatannya ada kabar penting, Bu Raisa?
"Anakmu sudah sehat. Esok ia pulang ke rumah. Paru-parunya berisi kepulan asap, tapi virus pagebluk hilang dari tubuhnya."
Mudra buru-buru mengambil telpon cerdasnya dan menunjukkan foto anak itu. Lalu memusatkan perhatiannya kepada keris yang berada di meja ruang tamu. Keris dengan perabot yang indah. Berlapis emas pada bagian pendhok, sisi luar warangka. Berlian yang menempel pada bagian selut.
Bagian paling bawah didekat pegangan pusaka. "Sungguh bernilai tinggi dan pasti mahal," batin Mudra.
Wajah Sari berubah cerah melihat foto anaknya tapi abai dengan ekspresi Mudra atas kerisnya.
"Kali ini saya mesti berbuat apa?"
"Kamu harus bantu kami mencari hutang untuk membayar gaji staf BUM Desa selama tiga bulan."
"Berapa juta, bu?"
"Tiga ratus juta," sahut Mudra.
Tak lebih dari satu jam mereka bertiga larut dalam siasat mengatasi pagebluk. Kemiskinan ratusan warga sudah dihitung dengan cermat. Usaha apapun hasilnya tetaplah sama. Keluar modal seratus ribu, tapi keuntungan per hari hanya seribu rupiah.
***
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar