Opini Terbaru

Between Facts and Norms, Pemikiran Hukum Jürgen Habermas (2): Pengantar dari Jürgen Habermas

Gambar
PENGANTAR Jürgen Habermas  | Penerjemah: Anom Surya Putra | Di Jerman, filsafat hukum telah lama tidak lagi menjadi materi pembahasan bagi para filsuf. Jika saya jarang menyebut nama Hegel dan lebih mengandalkan teori hukum Kantian, hal ini juga mengungkapkan keinginan saya untuk menghindari suatu model yang menetapkan standar yang tidak dapat dicapai bagi kita. Memang, bukan kebetulan bahwa filsafat hukum, dalam mencari kontak dengan realitas sosial, telah bermigrasi ke aliran-aliran (mazhab) hukum. [1] Namun, saya juga ingin menghindari ilmu hukum teknis yang terfokus pada fundasi-fundasi hukum pidana. [2] Apa yang dulunya dapat dianut secara koheren dalam konsep-konsep filsafat Hegelian saat ini menuntut pendekatan pluralistis yang menggabungkan perspektif teori moral, teori sosial, teori hukum, serta sosiologi dan sejarah hukum. Saya menyambut ini sebagai kesempatan untuk menampilkan pendekatan pluralistis yang sering tidak diakui/disadari teori tindakan komunikatif. Konsep-konse

Cerita Bersambung Kerumunan adalah Neraka [3]

~ MUDRA ~


Terdengar ketukan tiga kali berturut-turut pada pintu kamar. Nada ketukannya seperti Symphony No. 5 karya Beethoven. "Tok, tok, tok, tokkkkk......"

Terlampau akrab dikenali oleh Sari untuk mengetahui siapa yang bertamu tanpa harus mengintip lewat lubang kunci. Kepala Desa datang bersama sosok yang muda belia.

"Silahkan masuk, Bu Raisa."

"Perkenalkan, ini Mudra, Direktur Badan Usaha Milik Desa yang baru," kata Bu Raisa, Kepala Desa.

Sari tidak berucap untuk mengenal wajah dan tubuh Mudra. Sosok pemimpin organisasi bisnis Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa). Sebab kepalanya masih susah mengingat nama orang, setelah ia pingsan selama empat belas hari. Pedagang bebek goreng menemukannya pingsan di hutan gayam. Malam itu ia terbebas dari kerumitan pagebluk, tapi melihat jiwa-jiwa yang terperangkap di dalam mata air purba dan tanah liat hutan gayam.

"Kelihatannya ada kabar penting, Bu Raisa?

"Anakmu sudah sehat. Esok ia pulang ke rumah. Paru-parunya berisi kepulan asap, tapi virus pagebluk hilang dari tubuhnya."

Mudra buru-buru mengambil telpon cerdasnya dan menunjukkan foto anak itu. Lalu memusatkan perhatiannya kepada keris yang berada di meja ruang tamu. Keris dengan perabot yang indah. Berlapis emas pada bagian pendhok, sisi luar warangka. Berlian yang menempel pada bagian selut.

Bagian paling bawah didekat pegangan pusaka. "Sungguh bernilai tinggi dan pasti mahal," batin Mudra.

Wajah Sari berubah cerah melihat foto anaknya tapi abai dengan ekspresi Mudra atas kerisnya.

"Kali ini saya mesti berbuat apa?"

"Kamu harus bantu kami mencari hutang untuk membayar gaji staf BUM Desa selama tiga bulan."

"Berapa juta, bu?"

"Tiga ratus juta," sahut Mudra.

Tak lebih dari satu jam mereka bertiga larut dalam siasat mengatasi pagebluk. Kemiskinan ratusan warga sudah dihitung dengan cermat. Usaha apapun hasilnya tetaplah sama. Keluar modal seratus ribu, tapi keuntungan per hari hanya seribu rupiah. 

***

NEXT



Komentar

Artikel Terpopuler

21-Days of Abundance Meditation Challenge Deepak Chopra

Konstitusionalisme Deliberatif dan Judicial Review

Day 10 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 16 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 6 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 4 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 8 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 7 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Sosiologi Hukum Mathieu Deflem (2): Pengantar Buku Sosiologi Hukum

Day 17 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)