Opini Terbaru
Sosiologi Hukum Mathieu Deflem (49): Kesimpulan Hukum dan Ekonomi
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
This is a copy of an Indonesian translation of “Sociology of Law: Visions of a Scholarly Tradition” (2008), Mathieu Deflem, University of South Carolina, Translated by Anom Surya Putra.
Buku sosiologi hukum ini menyajikan visi ilmiah sosiologi hukum berdasarkan diskusi tentang pencapaian utama dari spesialisasi sosiologi hukum. Karya Mathieu Deflem ini mengungkapkan nilai-nilai studi sosiologi hukum dengan menyatukan tema-tema teoritis dan empiris.
Source: Sociology of Law: Visions of a Scholarly Tradition, by Mathieu Deflem (Cambridge University Press, 2008) https://deflem.blogspot.com/2008/01/socoflaw.html
Please cite as: Deflem, Mathieu. 2008. "Sosiologi Hukum Mathieu Deflem (49): Kesimpulan Hukum dan Ekonomi." Blog Anom Surya Putra, Agustus 2022.
-------------
Bagian III Dimensi-dimensi Sosiologis Hukum
7. Hukum dan Ekonomi: Regulasi Pasar
Kesimpulan
Dalam pandangan perspektif teoritis utama dalam sosiologi, hubungan antara ekonomi dan institusi sosial lainnya, termasuk hukum, membutuhkan sedikit pembenaran. Kontur teoretis dari sentralitas ekonomi telah ditetapkan oleh klasik sosiologis (baca: sosiologi klasik; pen.-). Secara umum aspek yang paling banyak dibicarakan dalam perkembangan menuju peningkatan interpenetrasi antara hukum dan berbagai aspek kehidupan ekonomi dalam konteks masyarakat pasar modern adalah ambivalensi mendasar yang ada dalam pengaturan bidang kehidupan sosial yang pada dasarnya menuntut kebebasan dan otonomi. Jalan pengaturan ekonomi dalam masyarakat industri telah mengarah pada intervensi hukum yang dimaksudkan untuk mencegah intervensi tambahan.
Mengingat sentralitas ekonomi yang diakui secara luas dalam keilmuan sosiologi, mengejutkan bahwa karya sosiologis yang secara eksplisit menghubungkan hukum dan ekonomi berasal dari secara relatif karya akhir-akhir ini. Bahkan, pelembagaan bidang khusus sosiologi ekonomi itu sendiri adalah fenomena yang agak baru juga. Dalam pengertian itu, salah satu pelajaran utama dari Weber dan Durkheim telah diadopsi secara perlahan dalam arus utama sosiologis. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, situasi ini telah berubah dan keilmuan sosiologis tentang interaksi antara ekonomi dan hukum telah menjadi pusat perhatian. Yang sangat menguntungkan bagi sosiologi hukum adalah berbagai untaian institusionalisme yang berfokus pada hubungan antara hukum dan ekonomi di tingkat organisasi. Baik melalui fokus normatif institusionalisme lama atau orientasi kognitif neo-institusionalisme, pemahaman sosiologis yang jelas dikembangkan adalah mengenai cara kerja hukum dalam organisasi, terutama organisasi korporasi dalam masyarakat pasar bebas. Yang paling mencolok adalah temuan umum bahwa efek hukum dalam hal fungsi utama integrasi dan koordinasi tindakan diamati dimediasi pada tingkat organisasi yang mana hukum dihadapkan dengan tatanan kelembagaan non-hukum ekonomi pasar modern lainnya. Penelitian institusionalis di bidang-bidang seperti hak-hak sipil dan hukum kesempatan-yang-setara telah mengungkap batasan-batasan penting pada kebijakan hukum.
Melengkapi wawasan dari penelitian institusionalis dalam sosiologi hukum, perspektif yuridifikasi tentang sejarah regulasi kesejahteraan memunculkan tingkat variabilitas penting yang ada di negara-negara Barat dalam hal luas dan arah intervensi hukum dalam kehidupan ekonomi. Karena kebijakan kesejahteraan terlihat dibentuk oleh imperatif pasar ekonomi, bahkan dan khususnya di masyarakat yang mana negara kesejahteraan berkembang dengan baik, penting untuk mempertimbangkan logika pasar hukum itu sendiri. Tanpa menggunakan Marxisme ortodoks yang dogmatis, tidak bijaksana secara sosiologis untuk mengabaikan analisis tentang cara-cara pasar membentuk arah dan hasil hukum. Oleh karena itu, secara teoritis masuk akal untuk merenungkan kapan dan bagaimana endogenitas hukum dalam kehidupan ekonomi dan organisasi harus dilengkapi dengan endogenitas ekonomi dalam hukum.
Perspektif yuridifikasi yang diterapkan pada analisis hukum kesejahteraan juga memunculkan relevansi legitimasi dalam diskursus sosiologis tentang hukum dengan menunjukkan sifat ambivalen kebijakan kesejahteraan dalam hal seruan rakyat untuk keadilan dan kesetaraan, di satu sisi, dan persistensi pengaruh dinamika pasar, di sisi lain. Pendukung institusionalisme lama (Selznick 1996; Stinchcombe 1997) juga berpendapat bahwa teori neo-institusionalis tentang kepatuhan ritualistis gagal dalam penghitungan terhadap fakta bahwa adaptasi organisasi terhadap tekanan hukum kehilangan legitimasi segera setelah terungkap bahwa adaptasi organisasi itu hanya seremonial dalam esensi (in nature). Legitimasi hanya bisa ada ketika dimensi normatif hukum diakui (recognized). Dalam masyarakat demokratis, hubungan antara legalitas dan legitimasi memerlukan penyelidikan atas dasar dan efek sistem hukum dalam kaitannya dengan politik.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar