Opini Terbaru

[Calon Buku] Hukum Komunikatif by Anom Surya Putra

Gambar
 Hukum Komunikatif Karya: Anom Surya Putra ~ Naskah (calon) buku yang ditulis dalam keadaan "chaotic", non-sistematis, sedikit mengandung aforis atau metafor, tidak bermanfaat bagi praktisi hukum, dan mungkin berguna bagi pemula yang hendak membaca "hukum" dengan cara rebahan, atau bacaan ringan bagi individu yang mati-langkah dengan dunia hukum yang digeluti selama ini ~ I. Bangun dari Tidur Panjang Secangkir kopi dan teh berdampingan di meja kecil. Gemericik air dari pahatan pancuran air menemani cairan yang tersimpan di dalam cangkir kopi dan teh. Mata sembab setelah menatap ribuan kalimat di layar komputer. Jemari bergerak secara senyap, memindahkan visual pikiran dan audio batin ke dalam rangkaian gagasan. Awal. Baru memulai. Chaotic. Bangun dari tidur yang panjang. Terlalu banyak minum kopi dan teh sungguh memicu asam lambung. Cinta yang mendalam terhadap kopi dan teh terganggu dengan asam lambung yang bergerak maraton di dalam tubuh. Kurang bijak meminum kopi...

Sosiologi Hukum Mathieu Deflem (82): Kesimpulan Penutup, Kultur-kultur Sosiologi Hukum

Buku sosiologi hukum ini menyajikan visi ilmiah sosiologi hukum berdasarkan diskusi tentang pencapaian utama dari spesialisasi sosiologi hukum. 

Karya Mathieu Deflem ini mengungkapkan nilai-nilai studi sosiologi hukum dengan menyatukan tema-tema teoritis dan empiris.

This is a copy of an Indonesian translation of “Sociology of Law: Visions of a Scholarly Tradition” (2008), Mathieu Deflem, University of South Carolina, Translated by Anom Surya Putra.

Source: Sociology of Law: Visions of a Scholarly Tradition, by Mathieu Deflem (Cambridge University Press, 2008) https://deflem.blogspot.com/2008/01/socoflaw.html

Please cite as: Deflem, Mathieu. 2008. "Sosiologi Hukum Mathieu Deflem (82): Kesimpulan Penutup, Kultur-kultur Sosiologi Hukum." Blog Anom Surya Putra, Agustus 2022.

-------------

Kesimpulan Penutup: 

Visi-visi Sosiologi Hukum

Kultur-kultur Sosiologi Hukum

Meninjau perkembangan dan keadaan sosiologi hukum di seluruh dunia, setidaknya dua tema utama dapat diamati dalam sejarah bangsa yang berbeda-beda berkaitan dengan bidang sosiologi yang terspesialisasi ini.[1] Pertama, sosiologi hukum di berbagai bangsa diuntungkan oleh aktivitas ilmuwan karismatik tertentu yang berfungsi sebagai “wirausahawan moral” (moral entrepreneurs) untuk melembagakan spesialisasi sosiologis. Dalam hal ini, tidaklah mengherankan untuk mengetahui bahwa sosiologi hukum berkembang pesat di Jerman, negara Max Weber dan para ilmuwan klasik penting lainnya, seperti Simmel, Tönnies, Ehrlich, dan Geiger. Jalan normal perkembangan sosiologi Jerman terganggu dengan munculnya Nazisme. Tetapi setelah Perang Dunia II, sosiologi hukum di Jerman dapat melanjutkan jalurnya yang bermanfaat secara intelektual, yang mengarah pada pemeliharaan karya-karya raksasa sosiologi dunia kontemporer seperti Niklas Luhmann dan Jürgen Habermas dan banyak sosiolog hukum kontemporer.

Karakteristik penting kedua dari perkembangan sosiologi hukum adalah spesialisasi itu biasanya tidak berkembang secara independen dari dalam sosiologi saja, tetapi juga tumbuh dari ilmu sosial hukum (legal sciences). Akibat dari sejarah yang khas ini, sosiologi hukum sampai saat ini mengalami kesulitan untuk mengukuhkan dirinya sebagai spesialisasi akademis. Di Jerman, misalnya, para ilmuwan memperdebatkan apakah sosiologi hukum harus berkontribusi pada kebijakan hukum (sejalan dengan Ehrlich) atau apakah sosiologi hukum harus mengutamakan menjadi upaya akademis (meluas dari Weber). Demikian pula, di Amerika Serikat, ada arus kontemporer dalam ilmu hukum (jurisprudence), yang berdasarkan garis perkembangan dari Holmes hingga Pound dan Llewellyn, berupaya menyerap sosiologi hukum dalam keilmuan hukum (legal scholarship). Pada gilirannya, sosiologi hukum Amerika berusaha untuk menegaskan dan memosisikan dirinya, dengan segala perlawanan terhadap tarikan ilmu hukum, sebagai aktivitas disiplin sosiologi. Ketegangan antara hukum dan sosiologi hukum juga tercermin pada tingkat organisasi. The Law and Society Association, misalnya, didirikan pada tahun 1964 oleh sekelompok sosiolog Amerika Serikat, namun Asosiasi tersebut dalam perjalanan sejarahnya menjadi rumah utama bagi para ilmuwan sosio-legal dan ilmuwan hukum dan kehilangan banyak distingsi fokus sosiologisnya. Baru pada tahun 1992 konsekuensi dari hal itu disadari sepenuhnya, ketika bagian Sosiologi Hukum dibentuk di dalam American Sociological Association.

Di banyak negara, pengaruh ganda dari kepemimpinan karismatik dan organisasi institusional dapat dikonfirmasi, seperti yang akan diilustrasikan melalui gambaran singkat tentang budaya bangsa-bangsa dalam sosiologi hukum berikut ini. Sosiologi hukum di Polandia berkembang sangat baik karena upaya Adam Podgórecki, pengikut Petrazycki. Adam Podgórecki juga berpengaruh dalam melembagakan sosiologi hukum secara nasional maupun internasional. Pada tahun 1962, ia mendirikan Bagian Sosiologi Hukum Polandia (Polish Section of the Sociology of Law) dan pada tahun yang sama ia mendirikan bersama William Evan Komite Penelitian Sosiologi Hukum (Research Committee of Sociology of Law) di Asosiasi Sosiologi Internasional (International Sociological Association). Presiden pertama Komite Riset (Research Committee) adalah Renato Treves dari Italia, negara yang menikmati kesuburan tradisi sosiologi hukum. Filsuf hukum Italia Dionisio Anzilotti adalah orang pertama pada tahun 1892 yang secara eksplisit menggunakan istilah sosiologi hukum (sociology of law). Setelah periode fasis, aktivitas sosiologi secara normal dihidupkan kembali dan sosiologi hukum Italia dapat memisahkan diri dengan cukup baik dari hukum, mendirikan jurnal khusus, Sociologia del diritto, pada awal tahun 1974.

Bangsa-bangsa lain juga mengalami perkembangan yang sama dalam sosiologi hukum karena pengaruh para sosiolog teladan. Sosiologi hukum Prancis dapat mengandalkan jalur perkembangan yang membentang dari de Montesquieu dan Durkheim melintasi Gurvitch dan Levy-Bruhl hingga ilmuwan modern, seperti Jean Carbonnier dan Andre-Jean Arnaud, di samping beberapa raksasa pemikiran sosial kontemporer Prancis, termasuk Bourdieu dan Derrida. Terlepas dari kehadiran Durkheim yang luar biasa, sosiologi hukum Prancis terjebak di antara hukum dan sosiologi, seperti yang diungkapkan dalam label ganda spesialisasi yakni ilmu hukum sosiologis atau sosiologi yuridis (sosiologie juridique) dan sosiologi hukum (sosiologie du droit).

Negara-negara lain kurang beruntung dalam pengorganisasian sosiologi hukum sebagai kegiatan akademis. Di Brazil, misalnya, studi hukum yang berorientasi sosiologis dilakukan di arena hukum, yang mana mereka berposisi dengan susah payah, berada di samping studi hukum yang dilakukan oleh sosiolog. Demikian pula di beberapa negara Eropa, seperti Belgia dan Finlandia, sosiologi hukum secara institusional dan akibatnya seringkali juga secara intelektual menjadi bagian dari studi hukum di kampus hukum. Di Inggris, sosiologi hukum hidup berdampingan dengan penelitian sosio-legal, yang mana penelitian sosio-legal dipahami tidak hanya sebagai arena multidisiplin tetapi juga sebagai aktivitas yang berorientasi pada kebijakan. Sosiologi hukum ilmiah Inggris relatif marjinal terhadap sosiologi pada umumnya, yang mengarah pada konsekuensi ironis bahwa beberapa sosiolog hukum terbaik Inggris lebih betah dalam dunia sosiologi hukum di Amerika Serikat, meskipun di Amerika Serikat kedudukan spesialisasi sosiologi hukum tidak selalu jelas diakui di antara sesama disiplin sosiologi. Secara lebih luas, sosiolog hukum seluruh dunia seringkali lebih mengenal satu sama lain daripada dengan sosiolog dari bidang spesialisasi sosiologi lainnya yang terorganisir secara nasional.

Sosiologi hukum di beberapa bangsa kurang dikenal dalam skala global meskipun terkadang sejarahnya sudah berlangsung lama. Di Jepang, misalnya, Asosiasi Sosiologi Hukum Jepang (Japanese Association of the Sociology of Law) dibentuk sejak tahun 1948. Peminggiran budaya nasional tertentu berkaitan dengan kekuatan budaya, politik, dan ekonomi yang lebih luas. Hambatan-hambatan linguistik tentu saja akan menghalangi beberapa karya yang relevan untuk diketahui secara luas. Selain itu, bangsa-bangsa yang berada di pinggiran pada konteks hubungan antar-bangsa  dan/atau negara-negara mengalami kesulitan transisi menuju masyarakat yang terbuka dan demokratis sehingga cenderung menjadi pengimpor daripada pengekspor ide-ide sosiologis. Peminggiran relatif beberapa negara itu ironisnya dapat menghasilkan sosiologi hukum yang mampu memberikan kontribusi yang relevan, berbasis bukti dan penalaran yang tepat (well grounded) dari seluruh penjuru dunia.

Catatan Kaki:

[1] Sebagai contoh karya keilmuan globalisasi terdapat pada laporan sosiologi hukum yang diterbitkan di banyak bangsa, termasuk Polandia (Fuszara 1990; Kojder dan Kwasniewski 1985; Kurczewski 2001; Podgórecki 1999), Jerman (Machura 2001a, 2001b; Rasehorn 2001; Rueschemeyer 1970), Italia (Baronti dan Pitch 1978; Ferrari dan Ronfani 2001; Pitch 1983; Treves 1981), Prancis (Arnaud 1981; Noreau dan Arnaud 1998), Bulgaria (Naoumova 1990), Finlandia (Uusitalo 1989), Skandinavia (Blegvad 1966; Hyden 1986; Mathiesen 1990), Belanda (Hoekema 1985), Belgia (Van Houtte 1990), Brasil (Justo dan Singer 2001), Korea (Yang 1989, 2001), Jepang (Upham 1989), Cina (Wei-Dong 1989), Inggris (Campbell dan Wiles 1976; Cotterrell 1990; Travers 2001), dan Amerika Serikat (Baumgartner 2001). Lihat juga Rehbinder 1975; Treviño 2001; dan kontribusi dalam Ferrari 1990; Treves dan van Loon 1968; Van Houtte dan van Loon 1993.

NEXT: Batas-batas Sosiologi Hukum





Komentar

Artikel Terpopuler

21-Days of Abundance Meditation Challenge Deepak Chopra

[Calon Buku] Hukum Komunikatif by Anom Surya Putra

OPINI Filsafat Hukum: Bagian Ke-2 Menziarahi Ius, Lex dan Codex

Day 12 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 13 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 11 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Hukum dalam Teori Tindakan Komunikatif Habermas

Ensiklopedi Filsafat Jürgen Habermas

OPINI Filsafat Hukum: Bagian Ke-3 Filsafat Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum

OPINI Filsafat Hukum: Bagian Ke-1 Berawal dari Sophia, Cinta Mendalam Yang Bijaksana