Opini Terbaru

Between Facts and Norms, Pemikiran Hukum Jürgen Habermas (2): Pengantar dari Jürgen Habermas

Gambar
PENGANTAR Jürgen Habermas  | Penerjemah: Anom Surya Putra | Di Jerman, filsafat hukum telah lama tidak lagi menjadi materi pembahasan bagi para filsuf. Jika saya jarang menyebut nama Hegel dan lebih mengandalkan teori hukum Kantian, hal ini juga mengungkapkan keinginan saya untuk menghindari suatu model yang menetapkan standar yang tidak dapat dicapai bagi kita. Memang, bukan kebetulan bahwa filsafat hukum, dalam mencari kontak dengan realitas sosial, telah bermigrasi ke aliran-aliran (mazhab) hukum. [1] Namun, saya juga ingin menghindari ilmu hukum teknis yang terfokus pada fundasi-fundasi hukum pidana. [2] Apa yang dulunya dapat dianut secara koheren dalam konsep-konsep filsafat Hegelian saat ini menuntut pendekatan pluralistis yang menggabungkan perspektif teori moral, teori sosial, teori hukum, serta sosiologi dan sejarah hukum. Saya menyambut ini sebagai kesempatan untuk menampilkan pendekatan pluralistis yang sering tidak diakui/disadari teori tindakan komunikatif. Konsep-konse

Andai DANA DESA untuk Usaha Batu Akik Kalsedonia

Pasar Rawabening, Jatinegara, Jakarta Timur tak pernah sepi dari pengunjung. Mulai urusan batu mulia, batu akik motif sampai urusan keris, plaza gemstone di seberang Stasiun Jatinegara Jakarta ini marak dikunjungi masyarakat. Obrolan kantor pun tak lepas dari seputar “batu bacan”, kalsedonia pacitan, sampai dengan batu akik motif.

Di lain pihak, agenda kebijakan mendesak dalam 3 bulan ke depan adalah penetapan prioritas Dana Desa. UU No. 6/2014 dan peraturan derivatif tentang “Dana Desa” telah mengamanatkan “penetapan prioritas Dana Desa”. Pertanyaannya, bagaimana usaha ekonomi Desa yang didanai oleh Dana Desa itu dapat menyentuh sisi kesejahteraan dalam bahasa programatik yang sederhana?

Liputan Portal Pacitan berikut ini menarik dicermati:

Salah satu desa penghasil batu akik di Pacitan adalah Desa Gendaran, Donorojo. Di Desa ini, kerajinan batu akik diproduksi oleh warga sekitar dan menghasilkan bermacam-macam produk, di antaranya kalung, gelang, cincin, dan berbagai jenis produksi lainnya.

Kisaran harga batu akik Pacitan yang berada di Gendaran pun bervariasi, biasanya yang paling murah dijual antara 35.000 sampai yang termahal mencapai harga jutaan rupiah. Saat ini, yang paling digemari oleh pecinta batu akik adalah batu akik yang terbuat dari batuan jenis kalsedon, yang harganya cukup tinggi. [sumber: Pacitanku]

Fenomena Desa Gendaran dengan sumber daya alam batu akik dari batuan jenis kalsedon memberikan good practices bagi perumus kebijakan Desa –utamanya, Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi. Otoritas penetapan prioritas Dana Desa tersebut sebaiknya merekam usaha ekonomi skala Desa Gendaran dalam positivisasi peraturan menteri tentang prioritas Dana Desa, maupun siasat-kebijakannya.


Batu Kalsedonia dan Kewenangan Lokal Berskala Desa

Bongkahan batu yang digali oleh masyarakat Desa dapat dikategorikan sebagai Kewenangan Lokal Berskala Desa. Dalam UU Desa, kewenangan lokal berskala Desa merupakan satu-kesatuan frasa yang didefinisikan sebagai:

Kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Desa yang telah dijalankan oleh Desa atau mampu dan efektif dijalankan oleh Desa atau yang muncul karena perkembangan Desa dan prakarsa masyarakat Desa.

Andai… masyarakat Desa penghasil batu akik yang terbuat dari batuan jenis kalsedon mempunyai prakarsa untuk mengatur dan mengurus kepentingannya secara kolektif dalam mengelola usaha kerajinan batu cincin, maka Desa berpotensi untuk mengalami kenaikan tingkat kesejahteraannya. Dalam hal ini, siasat-kebijakan Kementerian Desa, hemat saya, cukup sederhana.

Otoritas Kementrian Desa dapat membuat peraturan menteri tentang penetapan prioritas Dana Desa. Isi-substantifnya adalah membuka ruang seluas-luasnya bagi usaha ekonomi produktif di Desa. Isi peraturan menteri itu tidak perlu rumit seperti peraturan-peraturan menteri sebelumnya tentang “desa”, tapi nyaris tidak membuahkan hasil maksimum. Isi peraturan itu fokus saja kepada “alokasi dan distribusi” Dana Desa untuk kegiatan (i) Pembangunan Desa; dan (ii) Pemberdayaan Masyarakat Desa, sesuai Perpres No. 12/2015 tentang Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi.

Atas dasar relasi antara “Kewenangan Lokal Skala Desa” dan “Pemberdayaan Masyarakat Desa”, masyarakat Desa dibuka peluangnya untuk memprakarsai pengelolaan komoditas tambang batuan seperti kalsedon.

Titik kehati-hatian tertuju pada otoritas Pemda agar sedapat mungkin dalam rangka penyusunan daftar kewenangan lokal itu tetap melibatkan Desa secara partisipatif. Diupayakan kearifan lokal dari Pemda dalam merekognisi terhadap jerih payah Desa selama ini yang sudah mengangkat nama daerah sebagai nama jenis batuan kelas elite di negeri ini.

Istilah populernya, daftar kewenangan lokal berskala Desa itu fokus untuk mengangkat derajat Desa penghasil batu akik kalsedon ke dalam “peraturan kepala daerah”, …tak lebih dari itu. Usaha pengelolaan batu kalsedon skala Desa tidak boleh dilarang pengelolaannya oleh Pemda. Andai terjadi pelarangan,… wah,… Desa bakal mengalami “mutilasi permanen”. Usaha yang dirintis oleh Desa menjadi sia-sia (lebu katiyub ing angin).

Selanjutnya, prakarsa masyarakat Desa dalam mengelola tambang batuan kalsedon diusulkan dan dibahas dalam Musyawarah Desa. Tentu hal ini, hal ini relasional dengan ketentuan prosedural-demokratik dalam beleids semacam Peraturan Menteri Desa tentang Tatib Musyawarah Desa. Musyawarah Desa (sebut saja sementara, MusDes Batu Akik Kalsedonia) dapat membahas jenis batuan, lokasi tambang batuan, batasan penambangan demi terjaganya lingkungan, dan siapa (pengelola penambangan) dibahas dalam “MusDes Batu Akik”.

Opsi BUM Desa Batu Akik

Syukurlah kiranya jika dalam MusDes Batu Akik itu diputuskan untuk membentuk BUM Desa Batu Akik Kalsedon. Belajar dari kematian lembaga ekonomi desa yang government driven di masa lalu, BUM Desa “batu akik” ini tidak perlu terburu-buru untuk menjadi organ ekonomi berisiko tinggi (tipologi holding).

Cukuplah kiranya, BUM Desa Batu Kalsedon bergerak dalam skala “broker” yang menjadi perantara antara penambang batu kalsedon dengan pembeli dari perkotaan, perdesaan maupun jazirah Nusantara lainnya. Keuntungan dari jasa perantara BUM Desa batu akik kalsedon dapat disepakati keuntungannya untuk masuk ke APB Desa.

Para “aktivis” pendamping Desa, yang mungkin sebagian besar lebih “hobi batu akik” ketimbang penulis, dapat melakukan upaya pengorganisasian dan advokasi agar pemerintahan Desa dan Pemda mulai paham spirit UU Desa. Spirit UU Desa yang patut digarisbawahi antara lain merekognisi kewenangan lokal berskala Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri… termasuk kepentingan Desa dalam mengurus dan mengatur jenis batuan Kalsedonia di wilayahnya.

Angan-angan Sosial

Angan-angan sosial prioritas Dana Desa untuk Batu Kalsedonia hanyalah suatu contoh bahwa masyarakat Desa mempunyai kekuatan sosial-ekonomi yang menembus batas nalar-teknokratik. Dan tinggal otoritas Kementerian Desa, Kementerian Keuangan dan organisasi birokratik di daerah mempunyai kesepahaman dalam menetapkan “prioritas Dana Desa” yang sederhana, membahana dan menguntungkan Desa.

Mungkin, itulah yang dimaksudkan dengan spirit “Desa Membangun Indonesia“, seperti diungkap mas Sutoro Eko kala aktif melakukan riset kebijakan Desa. Atau,… barangkali ulasan penulis di atas lebih pas disebut: “Batu Kalsedonia Desa Gendaran Pacitan, Membangun Indonesia…”*

Penulis: Anom Surya Putra (tulisan ini terbit pertama kali pada tahun 2015).


Komentar

Artikel Terpopuler

21-Days of Abundance Meditation Challenge Deepak Chopra

Day 2 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 1 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 15 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 12 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 13 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 7 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Permendagri No. 114/2014 tentang Pembangunan Desa Tidak Berlaku, Lex Posterior Derogat Legi Priori

Sosiologi Hukum Mathieu Deflem (3): Memulihkan Sosiologi Hukum

Between Facts and Norms, Pemikiran Hukum Jürgen Habermas (2): Pengantar dari Jürgen Habermas