Opini Terbaru

Between Facts and Norms, Pemikiran Hukum Jürgen Habermas (2): Pengantar dari Jürgen Habermas

Gambar
PENGANTAR Jürgen Habermas  | Penerjemah: Anom Surya Putra | Di Jerman, filsafat hukum telah lama tidak lagi menjadi materi pembahasan bagi para filsuf. Jika saya jarang menyebut nama Hegel dan lebih mengandalkan teori hukum Kantian, hal ini juga mengungkapkan keinginan saya untuk menghindari suatu model yang menetapkan standar yang tidak dapat dicapai bagi kita. Memang, bukan kebetulan bahwa filsafat hukum, dalam mencari kontak dengan realitas sosial, telah bermigrasi ke aliran-aliran (mazhab) hukum. [1] Namun, saya juga ingin menghindari ilmu hukum teknis yang terfokus pada fundasi-fundasi hukum pidana. [2] Apa yang dulunya dapat dianut secara koheren dalam konsep-konsep filsafat Hegelian saat ini menuntut pendekatan pluralistis yang menggabungkan perspektif teori moral, teori sosial, teori hukum, serta sosiologi dan sejarah hukum. Saya menyambut ini sebagai kesempatan untuk menampilkan pendekatan pluralistis yang sering tidak diakui/disadari teori tindakan komunikatif. Konsep-konse

Dudley Seers: "Berhala Pertumbuhan Ekonomi"


Dudley Seers menulis dalam "The Meaning of Development" (Communication Series No. 44, Institute of Development Studies Library, 1969), suatu kenaifan bila terdapat presuposisi bahwa peningkatan pendapatan nasional yang lebih tinggi atau lebih cepat daripada pertumbuhan populasi penduduk, maka cepat atau lambat ia menjadi solusi masalah sosial dan politik. Seers mengajak kita untuk melihat problem pembangunan yang lebih kompleks dan menggugat “the growth fetishism of development theory.”

Bagi Dudley Seers, makna pembangunan itu bukan semata peningkatan pendapatan per kapita, akan tetapi penanggulangan kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan pendapatan. Peningkatan pendapatan yang hanya dinikmati oleh sekelompok masyarakat tertentu tidak berarti apa-apa, bila sebagian masyarakat yang lain justru terjumpai fakta kemiskinan yang meningkat dan ketimpangan pendapatan. Kesenjangan ekonomi yang tajam juga menjadi faktor pemicu kekacauan sosial akibat gerakan protes atau konflik etnis yang sulit dikendalikan. 

Pengurangan pengangguran merupakan cara untuk menghilangkan masalah utama kemiskinan dan ketimpangan pendapatan penduduk (antar wilayah). Lebih jauh dari itu, pengurangan ketidakadilan/ketidaksertaan akan mengurangi kemiskinan. Ceteris Paribus. Basis kewilayahan (rural dan urban) menentukan pula tingkat ketimpangan dan kemiskinan yang terjadi di suatu negara. Berbeda dengan teori pembangunan (pertumbuhan ekonomi) yang menempatkan pertumbuhan populasi (penduduk) sebagai subtraction dari peningkatan pendapatan nasional, maka argumentasi D. Seers menyatakan bahwa secara fundamental antara populasi penduduk dan pendapatan adalah independen satu sama lain. 

Sebagai ilustrasi, dalam kurun waktu 2005-2009, perekonomian Indonesia tumbuh rata-rata 5,6 persen per tahun. Data evaluasi perencanaan pembangunan nasional (RPJMN 2005-2009) menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tersebut target pertumbuhan ekonomi dan pengangguran tidak tercapai sepenuhnya. Sasaran RPJMN 2004-2009 dimasa SBY-JK mematok angka yang tinggi di akhir masa jabatannya yaitu pertumbuhan ekonomi (7,6 persen) dan pengangguran terbuka (5,1 persen). Persentase pengangguran terbuka cenderung terus menurun meskipun tidak mencapai target 5,1 persen. Untuk menurunkan tingkat pengangguran terbuka, maka pertumbuhan ekonomi harus tumbuh rata-rata 6,6 persen. Selain itu, pertumbuhan PDB didominasi oleh konsumsi pemerintah, ketimbang konsumsi masyarakat dan investasi. Mengikuti teori D. Seers, pembangunan yang dilakukan belum sepenuhnya berjalan karena pertumbuhan ekonomi tidak mengurangi pengangguran dan kemiskinan dalam persentase signifikan ditengah investasi yang jauh dibawah target pembangunan jangka menengah.

Karya Seers mengkritik pola perencanaan jangka menengah (lima tahunan) yang hanya membahas faktor produksi tanpa memperhatikan permintaan konsumen dan pemenuhan lapangan kerja. Pembuatan strategi pembangunan perlu mengambil the right lessons dari negara-negara industri, termasuk sisi kesalahan penerapan pembangunan di negara tersebut. Utamanya kesalahan strategi pembangunan yang menggunggulkan faktor produksi tapi menambah pengangguran dan kemiskinan.

Terakhir, Seers menulis “tak ada sistem fiskal yang berlaku bagi seluruh dunia.” Akselerasi terhadap jurang/celah (gap) pendapatan nasional antara negara miskin dan negara kaya hanya menguatkan kembali tatanan internasional yang dikendalikan oleh lembaga donor utang luar negeri. Tantangannya bagi negara berkembang adalah kehati-hatian dalam mengadaptasi model dan ukuran-ukuran yang sebenarnya lebih pas bagi negara-negara industri dimana terdapati prioritas-prioritas yang berbeda dengan negara berkembang. Kerugian akan semakin nyata bila model dan ukuran lembaga donor yang sekedar adaptasi negara industri langsung diterapkan pada negara berkembang. Tak pelak, negara berkembang masuk dalam lingkaran setan kemiskinan dalam jangka panjang.

Catatan kritis diajukan secara terbatas pada artikel ini.

Pertama, gagasan D. Seers yang masih bertumpu pada abstraksi normatif untuk membuat formulasi kebijakan yang pragmatis.

Kedua, gagasan Dudley Seers fokus pada kenaifan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan nasional, dan kemiskinan, namun belum memasuki orientasi pembangunan ekonomi yang mengantarkan suatu bangsa dalam mencapai kehidupan politik yang bebas dan demokratis.

Ketiga, gagasan pembangunan ekonomi Dudley Seers menawarkan preskripsi secara terbatas yaitu resep kepada para legislator, politisi dan teknokrat dalam mengatasi kemiskinan, namun belum berorientasi “struktural” untuk menghapus seluruh sumber-sumber utama pembangunan yang sarat dengan ketidakbebasan (unfreedom). Gagasan Amartya Sen (Development as a Freedom) lebih jelas dalam mengkritik kemiskinan sebagai tirani yang menghapus akses orang miskin terhadap distribusi pendapatan nasional.*

Penulis: Anom Surya Putra.



 

Komentar

Artikel Terpopuler

21-Days of Abundance Meditation Challenge Deepak Chopra

Konstitusionalisme Deliberatif dan Judicial Review

Day 10 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 16 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 6 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 4 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 8 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 7 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Sosiologi Hukum Mathieu Deflem (2): Pengantar Buku Sosiologi Hukum

Day 17 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)