Opini Terbaru

Between Facts and Norms, Pemikiran Hukum Jürgen Habermas (2): Pengantar dari Jürgen Habermas

Gambar
PENGANTAR Jürgen Habermas  | Penerjemah: Anom Surya Putra | Di Jerman, filsafat hukum telah lama tidak lagi menjadi materi pembahasan bagi para filsuf. Jika saya jarang menyebut nama Hegel dan lebih mengandalkan teori hukum Kantian, hal ini juga mengungkapkan keinginan saya untuk menghindari suatu model yang menetapkan standar yang tidak dapat dicapai bagi kita. Memang, bukan kebetulan bahwa filsafat hukum, dalam mencari kontak dengan realitas sosial, telah bermigrasi ke aliran-aliran (mazhab) hukum. [1] Namun, saya juga ingin menghindari ilmu hukum teknis yang terfokus pada fundasi-fundasi hukum pidana. [2] Apa yang dulunya dapat dianut secara koheren dalam konsep-konsep filsafat Hegelian saat ini menuntut pendekatan pluralistis yang menggabungkan perspektif teori moral, teori sosial, teori hukum, serta sosiologi dan sejarah hukum. Saya menyambut ini sebagai kesempatan untuk menampilkan pendekatan pluralistis yang sering tidak diakui/disadari teori tindakan komunikatif. Konsep-konse

Cerita Bersambung Kerumunan adalah Neraka [9]

 ~ CICILAN ~



Tidak ada kata menyerah bagi Mudra. Bagaimanapun, Mudra harus menagih cicilan utang pada lelaki di Desa yang punya ilmu kebal: Rontek. 

Senja yang menawan tak berarti lagi baginya. Cahaya keemasan di ujung senja menimbulkan nyeri di ulu hati. 

Tiga bulan lebih Mudra tidak memegang uang karena perputaran dana bergulir mengalami kemacetan. Satu orang saja dalam kelompok pemanfaat dana bergulir gagal bayar, maka bisa dipastikan kelompok itu harus tanggung renteng membayar atau terhenti kegiatan produksinya. Apalagi di masa pagebluk seperti ini, nasib kelompok usaha di Desa sedang jatuh ke dasar mata air. Berteriak dari kedalaman pun tak ada guna.

"Aku mau menagih cicilannya tetapi wajahnya kalau ditagih pasti bermuka masam. Berbeda sekali kalau mengajukan pinjaman, wajahnya secerah matahari, dan memelas seperti kelinci," keluh Mudra pada Bu Raisa Kepala Desa. 

"Ketika aku menagihnya, disuguhi air putih di gelas kecil seukuran mainan anak PAUD, itu sudah lumayan. Pernah, aku dibawakan parang sebelum kaki saya masuk ke pintu rumah."

Raisa terperanjat. Sambil berjalan memasuki ruangan kerja BUM Desa, ia berkata "Jangan guyon!"

"Aku tidak bergurau, bu Raisa, Rontek itu sakti. Orang-orang bergunjing kalau ia sering bersemadi di pinggir mata air purba di bagian timur Desa kita..."

"Bagaimana kalau kamu bermeditasi juga, tembus alam lain supaya Rontek mau bayar cicilan?"

Mudra tak langsung menjawab. Berdiri di jendela, menghadap ke mata air purba, tertegun melihat sepinya pengunjung wisata, lalu melangkah ke luar ruangan.

"Saya akan coba, bu Raisa, sekalian saya bersiap dan pamit pulang,...", kata Mudra perlahan.

***

NEXT



Komentar

Artikel Terpopuler

21-Days of Abundance Meditation Challenge Deepak Chopra

Konstitusionalisme Deliberatif dan Judicial Review

Day 10 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 16 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 6 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 4 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 8 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 7 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Sosiologi Hukum Mathieu Deflem (2): Pengantar Buku Sosiologi Hukum

Day 17 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)