Opini Terbaru

Between Facts and Norms, Pemikiran Hukum Jürgen Habermas (2): Pengantar dari Jürgen Habermas

Gambar
PENGANTAR Jürgen Habermas  | Penerjemah: Anom Surya Putra | Di Jerman, filsafat hukum telah lama tidak lagi menjadi materi pembahasan bagi para filsuf. Jika saya jarang menyebut nama Hegel dan lebih mengandalkan teori hukum Kantian, hal ini juga mengungkapkan keinginan saya untuk menghindari suatu model yang menetapkan standar yang tidak dapat dicapai bagi kita. Memang, bukan kebetulan bahwa filsafat hukum, dalam mencari kontak dengan realitas sosial, telah bermigrasi ke aliran-aliran (mazhab) hukum. [1] Namun, saya juga ingin menghindari ilmu hukum teknis yang terfokus pada fundasi-fundasi hukum pidana. [2] Apa yang dulunya dapat dianut secara koheren dalam konsep-konsep filsafat Hegelian saat ini menuntut pendekatan pluralistis yang menggabungkan perspektif teori moral, teori sosial, teori hukum, serta sosiologi dan sejarah hukum. Saya menyambut ini sebagai kesempatan untuk menampilkan pendekatan pluralistis yang sering tidak diakui/disadari teori tindakan komunikatif. Konsep-konse

Buku Tunas Pancasila untuk Sekolah Dasar (3): Pendahuluan


~ Buku Tunas Pancasila Direktorat Sekolah Dasar ~

Buku TUNAS PANCASILA ditulis oleh Daniel Zuchron, diterbitkan Direktorat Sekolah Dasar Direktorat Jenderal PAUD, Dikdas dan Dikmen Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Didukung oleh 4 (empat) penyusun (Anton Lenoard SP, Deni Gunawan, Edi Rahmat Widodo, Esti Purnawinarni) dan sebagai pengarah adalah Sri Wahyuningsih (Direktur Sekolah Dasar). Terbit pada bulan Agustus Tahun 2021.

Selamat Membaca.

-----------

PENDAHULUAN


Dalam Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2020-2024  disebutkan Kementerian  Pendidikan dan Kebudayaan mendukung visi dan misi Presiden untuk mewujudkan Indonesia Maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya Pelajar Pancasila yang bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, bergotong royong, dan berkebhinnekaan global. Visi tersebut menggambarkan komitmen Kemendikbud mendukung terwujudnya visi dan misi presiden melalui pelaksanaan tugas dan kewenangan yang dimiliki secara konsisten, bertanggung jawab, dan dapat dipercaya, dengan mengedepankan profesionalitas dan integritas.

Oleh karena itu, perumusan kebijakan dan pelaksanaan pembangunan bidang pendidikan dan kebudayaan akan mengedepankan inovasi guna mencapai kemajuan dan kemandirian Indonesia.

Sesuai dengan kepribadian bangsa yang berlandaskan gotong royong, Kemendikbud dan seluruh pemangku kepentingan pendidikan dan kebudayaan bekerja bersama untuk memajukan pendidikan dan kebudayaan sesuai dengan visi dan misi Presiden tersebut.

Sejalan dengan perwujudan visi dan misi presiden tersebut, Kemendikbud sesuai dengan tugas dan kewenangannya, juga berkomitmen untuk menciptakan Pelajar Pancasila. Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.

Direktorat Sekolah Dasar yang mengemban amanat untuk memajukan pendidikan dasar di Indonesia memiliki tanggung jawab sepenuhnya untuk berperan dalam menyiapkan generasi pelajar tingkat dasar yang mengerti dan mampu menerapkan nilai-nilai Pancasila sejak dini. Kerangka ideal Pelajar Pancasila perlu dibangun fondasi yang kukuh dalam jiwa anak sekolah dasar. Keberhasilan penanaman nilai-nilai Pancasila akan berguna dan berlanjut pematangannya pada tingkat pendidikan berikutnya bahkan sepanjang hayatnya.

"Sehingga tidak berlebihan jika dikatakan bahwa nilai-nilai Pancasila di Sekolah Dasar merupakan penyiapan tunas-tunas Pancasila."

Sebagaimana diketahui, Pancasila merupakan dasar negara dan pandangan filsafat bangsa yang tercermin dalam sila-sila yang dikandungnya. Sebagai dasar negara, Pancasila menjadi jiwa dan menjiwai seluruh kehidupan kenegaraan dan kebangsaan bagi manusia yang menghuni tanah air Indonesia. Hal ini secara formal tertuang dalam perjalanan berdirinya Indonesia. Para pendiri bangsa telah melakukan kesepakatan agung dengan meletakkan Pancasila sebagai titik temu segenap kepentingan bangsa yang terasa hingga sekarang. Menjaga dan melanjutkan kesepakatan agung tersebut adalah konsekuensi logis bagi manusia Indonesia, khususnya Pelajar Pancasila.

Pancasila lahir dari penggalian khazanah kehidupan bangsa yang mendiami wilayah Nusantara. Dia merupakan produk otentik dari denyut kehidupan para pendiri bangsa yang mencita-citakan tegaknya negara dan bangsa. Perenungan mereka atas Pancasila bukanlah perenungan sesaat, tetapi hasil perenungan yang mendalam. Bagaimana menjaga berbagai keragaman yang dimiliki bangsa Indonesia dengan menjadikan negara sebagai wadah, dan bangsa sebagai jiwanya. Dia lahir dari dalam sanubari bangsa, dan dimatangkan dalam alam pergolakan perjuangan bangsa melawan penjajahan dan kehendak kuat menjadi dirinya sendiri tanpa campur tangan kekuatan asing. Sesuatu yang muncul kuat dari dalam dirinya mampu menerobos segala hambatan, dan dia tumbuh kokoh dalam kondisi apa pun.

Watak filosofis Pancasila yang tercermin dalam nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan/kebijaksanaan, dan keadilan merupakan kata-kata yang bernilai luhur. Keseluruhannya merupakan puncak-puncak peradaban yang selama ini dicari oleh para bijak bestari di dalam sanubari yang paling halus dalam jiwa manusia. Nilai yang dikandung dalam Pancasila merupakan nilai yang universal, dan karena itu bersifat fitrah kemanusiaan. Fitrah kemanusiaan ini pada akhirnya akan membimbing pada kebaikan. Sesuatu yang menyimpang dari fitrah kemanusiaan akan lenyap dan kebaikanlah yang akan bertahan. Oleh karena itu, warisan Pancasila merupakan penemuan otentik hasil dari pemecahan problematika kompleks dan paling musykil pada saat itu. Tugas dari generasi berikutnya telah dimudahkan jalannya, tinggal menyesuaikan dengan konteks perkembangan jaman selanjutnya.

Siklus kehidupan manusia yang bertahan dengan nilai-nilai yang digali dari pengalaman dan penjiwaan akan menyesuaikan dengan lingkungan dan ruang hidupnya. Nilai sesuatu ditentukan oleh sejauh mana dia memberikan manfaat kepada dirinya dan lingkungannya. Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran bagaimana Pancasila dapat disesuaikan dengan jiwa manusia Indonesia pada ruang dan waktu yang berbeda. Pedoman normatif dan pengetahuan sejarah yang bersumber dari Pancasila perlu dikenalkan dan dirasakan oleh segenap generasi penerus bangsa. Dunia pendidikan memiliki mandat dan tanggung jawab yang vital dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila tetap lestari.

“Ibarat benih tumbuhan yang ditanam dalam tanah, dia akan berusaha muncul ke permukaan tanah menjadi tunas yang dan berjuang untuk mengatasi berbagai hama serta gangguan yang menjadikannya pohon yang berbuah dan memberi manfaat bagi sekitarnya. Pendidikan dasar adalah momentum menyemai benih Pancasila dan mempersiapkan tunas-tunas Pancasila baru muncul ke permukaan”.

Setiap peserta didik dalam pendidikan dasar merupakan benih yang diperlakukan sama dan dirawat sesuai dengan tumbuh kembangnya manusia sebagai makhluk yang memiliki kehendak. Oleh karena itu, peserta didik yang memiliki fitrah kemanusiaan, pada dasarnya memiliki segenap potensi Pancasila. Sebab Pancasila itu pun sesuai dengan nilai-nilai fitrah kemanusiaan. Lingkungan pendidikan yang menjadi ruang hidup nilai Pancasila merupakan laboratorium tumbuh kembangnya nilai Pancasila. Tunas-tunas Pancasila inilah yang tampak dalam permukaan, memiliki potensi yang sama dan setara menjadi manusia Indonesia sesungguhnya. Berbeda dengan dunia tumbuhan yang sangat sederhana, maka dunia manusia memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi sesuai derajatnya sebagai makhluk yang paling sempurna.

Menyemai sesuatu yang sesuai dengan fitrah bergantung juga pada lingkungan yang menjadi ruang hidupnya. Lingkungan yang memberikan ruang hidup yang baik akan menumbuhkembangkan semaian yang baik pula. Ekses pendidikan yang tercermin dari munculnya prilaku intoleransi, kekerasan seksual, dan perundungan (bullying) di sekolah memerlukan pendekatan yang cocok untuk diatasi dengan memperkuat nilai fitrah kemanusiaan. Sehingga menanamkan nilai Pancasila yang sesuai dengan watak pendidikan dasar menjadi tantangan dunia pendidikan, khususnya pendidikan dasar. Tunas yang muda lebih mudah untuk diarahkan dan dibentuk ketimbang mereka yang sudah dewasa, sudah mengeras, dan sulit untuk diluruskan serta diarahkan.

Bagaimana dunia pendidikan dasar mampu menyemai tunas-tunas Pancasila merupakan hakikat pendidikan di Indonesia yang akan mempersiapkan karakter dan watak anak didik menjadi pribadi yang mumpuni pada masa depan. Merekalah yang akan melanjutkan siklus kehidupan, gerak tiada henti, dan menghadapi tantangan yang berbeda dengan masa pendiri bangsa serta kita sekarang ini. Pedoman utamanya kembali kepada nilai-nilai filosofis yang bertahan abadi sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk yang memiliki kehendak bebas, makhluk sosial ,dan makhluk spiritual.

Gerakan Tunas Pancasila yang dipelopori oleh Direktorat Sekolah Dasar meletakkan pendidikan sebagai bagian dari manifestasi kebaikan kehidupan. Nilai dan jiwa Pancasila yang lestari dalam alam kehidupan Indonesia bergantung sepenuhnya atas dedikasi dan loyalitas warga sekolah menyemai benih agar tumbuh subur tunas-tunas Pancasila. Melalui buku ini, Direktorat Sekolah Dasar Kemendikbud berusaha menampilkan Pancasila yang mudah dan komprehensif untuk membantu pembaca dewasa secara langsung memahami isinya, menerapkan tuntunannya dan mere eksikan hasilnya dalam kehidupan keseharian yang konkret khususnya dalam lingkup Sekolah Dasar. Dan secara tidak langsung mampu disampaikan kepada peserta didik melalui berbagai kegiatan yang berlangsung di sekolah dasar.

Buku Tunas Pancasila ini disajikan dalam lima bagian mengikuti alur pikir deduktif. Mengenal realitasnya, memahami maknanya, mengenal kata-katanya, dan mengikuti pedoman teknisnya. Bagian pendahuluan memuat latar belakang Kemendikbud menerbitkan buku Tunas Pancasila sebagai pemegang mandat kelembagaan dalam penyelenggaraan pendidikan Nasional. Konteks dan tujuan mengapa perlu dibuat buku ini diperlukan untuk mempersiapkan pembaca masuk lebih dalam ke bagian selanjutnya.

Pada bagian kedua, tentang menggali Pancasila, ingin mengajak pembaca untuk memahami kehadiran Pancasila. Apakah kehadirannya merupakan sesuatu yang konkret ataukah ilusi? Dia merupakan sesuatu yang penting sehingga diperlukan untuk mengenalnya lebih dalam. Pada tingkat tertentu bagian ini ingin menjelaskan tentang Pancasila sebagai sesuatu yang riil bukan sekadar manipulasi pikiran.

Bagian ketiga buku ini membahas tentang memahami makna Pancasila diasumsikan setelah bagian sebelumnya dipahami sehingga layak untuk dibicarakan. Keterampilan untuk menguraikan isi dan makna Pancasila terkait erat dengan kedudukan manusia sebagai makhluk yang berpikir. Dan bagian ini ingin mengajak pembaca lebih jauh mengenali berbagai alat dan perangkat yang diperlukan untuk menguraikan dan menjelaskan Pancasila. Sehingga kreativitas untuk memahami alur pikir, metode, dan internalisasi Pancasila memiliki landasan berpikir yang kuat.

Setelah menyelesaikan bagian kedua dan ketiga maka pada bagian keempat yang mengurai tentang menyemai nilai-nilai Pancasila bertujuan untuk menindaklanjuti dalam berbagai terapan dan aplikasi yang mengantarkan pemahaman bahwa profil pelajar Pancasila itu sangat mungkin untuk diwujudkan. Sehingga Pancasila dan isinya tidak menjadi sesuatu yang abstrak, tetapi sangat konkret dan mudah untuk dijalankan khususnya di sekolah dasar. Bagian terakhir sebagai penutup ditujukan untuk memberikan beberapa kesimpulan dan penajaman dalam bentuk fokus-fokus tertentu yang terkait dengan tujuan buku ini.


NEXT >>>>







Komentar

Artikel Terpopuler

21-Days of Abundance Meditation Challenge Deepak Chopra

Konstitusionalisme Deliberatif dan Judicial Review

Day 10 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 16 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 6 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 4 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 8 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 7 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Sosiologi Hukum Mathieu Deflem (2): Pengantar Buku Sosiologi Hukum

Day 17 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)