Opini Terbaru

[BUKU ONLINE] HUKUM KOMUNIKATIF Karya ANOM SURYA PUTRA

Gambar
HUKUM KOMUNIKATIF:  ADAPTASI PEMIKIRAN HUKUM DAN FILSAFAT JÜRGEN HABERMAS PENULIS: ANOM SURYA PUTRA  *** Hukum Komunikatif. Istilah ini penulis peroleh setelah bongkar pasang gagasan tentang pengetahuan hukum apa yang tepat untuk mewarnai diskursus ilmu hukum ( jurisprudence ) dan ilmu sosial-hukum ( legal science ) di Indonesia. Cara berpikir Hukum Komunikatif berakar dari buku karya Habermas. Judul aslinya adalah  Faktizität und Geltung: Beiträge zur Diskurstheorie des Rechts und des demokratischen Rechtsstaats , Frankfurt a.M. 1992. Diterjemahkan dalam bahasa Inggris berjudul " Between Facts and Norms: Contributions to a Discourse Theory of Law and Democracy " (Antara Fakta dan Keabsahan Normatif: Kontribusi untuk Teori Diskursus Hukum dan Demokrasi), karya Jürgen Habermas (Massachusetts Institute of Technology, 1996).  Buku ( online ) ini, entah suatu saat nanti akan terbit dalam versi cetak, ditulis dengan gaya rileks atau semacam humor yang belum tentu memancin...

Fahrul Muzaqqi: "Revitalisasi BUM Desa dan Pembelajaran dari Klinik BUM Desa di Jawa Timur"

Fahrul Muzaqqi mengirim tulisan menarik setelah merefleksikan pengalaman barunya dalam program Klinik BUM Desa di Jawa Timur: "Revitalisasi BUM Desa dan Pembelajaran dari Klinik BUM Desa di Jawa Timur."


Fahrul Muzaqqi, Dosen FISIP Universitas Airlangga


Keberadaan dan kiprah BUM Desa sebagai salah satu pondasi utama pembangunan Desa ternyata masih belum optimal. Akhir tahun lalu, Presiden Joko Widodo geram lantaran terdapat ribuan BUM Desa yang mangkrak. Sejumlah 2.188 BUM Desa yang tidak beroperasi dan 1.670 BUM Desa yang belum memberikan kontribusi bagi Pendapatan Asli Desa. 

BUM Desa sejatinya bersemangatkan sebagai salah satu katalisator penting dalam mengakselerasi roda ekonomi di Desa. Namun faktanya tidak sepenuhnya demikian. Sebagian – bahkan patut diduga jumlahnya mayoritas – justru menampakkan kondisi laa yamutu wa laa yahya (hidup segan matipun enggan). Atau dalam ungkapan lebih sumir: tidak bermutu banyak biaya.

Kusutnya gambaran BUM Desa tidak dapat dilepaskan dari kompleksitas Desa sebagai Subjek. Otoritas Desa yang semakin besar pasca terbitnya UU No. 6/2014 tentang Desa telah mengubah paradigma pembangunan. Dari semula "Membangun Desa" menjadi "Desa Membangun". Dari Desa sebagai Objek, kini Desa menjadi subjek bagi dirinya sendiri. BUM Desa, dalam konteks ini, menjadi institusi ekonomi skala lokal Desa yang berfungsi terutama untuk mengorganisir usaha warga Desa (benefit) dan meningkatkan Pendapatan Asli Desa (profit). 

Bukan Sekedar Positivisme-Statistik

Skema UU Desa itu tidak serta merta kita pahami secara positivistik kaitan dengan arus pemberdayaan masyarakat Desa. 

Menurut penulis tidak terdapat korelasi signifikan (atau kalaupun ada masih lemah) antara kemajuan postur keuangan Desa dengan capaian BUM Desa. Hal ini terlihat terutama dari komposisi Dana Desa dari Kementerian Keuangan yang hendak diluncurkan pada Januari 2020. Jumlah total Dana Desa sebesar Rp. 72 triliun (djpk.kemenkeu.go.id). Terdapat satu item baru yang ditambahkan untuk mengapresiasi prestasi Desa, yakni alokasi kinerja. Hanya Desa yang berhasil mengoptimalkan pemanfaatan Dana Desa yang mendapatkan tambahan dana berupa alokasi kinerja tersebut.

Provinsi Jawa Timur, misalnya. Data perihal Dana Desa 2020 menunjukkan, alokasi kinerja terbesar terdapat di Lamongan (Rp. 5,9 miliar). Disusul Malang (Rp. 5,4 miliar) dan Bojonegoro (Rp. 5,3 miliar). Padahal apabila data tersebut disandingkan dengan data BUM Desa di Jawa Timur, jumlah BUM Desa berkategori berkembang dan maju terbanyak berada di Banyuwangi (93 BUM Desa), Trenggalek (41 BUM Desa) dan Malang (35 BUM Desa) (Data BUM Desa DPMD Jatim 2019).

Sekedar informasi, dari 5.432 BUM Desa di Jawa Timur diklasifikasikan menjadi BUM Desa tingkat dasar sejumlah 2.589 BUM Desa (47,66%), tingkat tumbuh 2.430 BUM Desa (44,73%), dan tingkat berkembang dan maju 413 BUM Desa (7,61%). Artinya, besarnya alokasi kinerja ke Desa yang menunjukkan keberhasilan pemanfaatan Dana Desa pada tahun sebelumnya mengindikasikan tidak selalu mengarah pada pemberdayaan BUM Desa. Melainkan kepada hal-hal lain, seperti pembangunan infrastruktur fisik, pemberdayaan kesehatan dan lain-lain.

Efek Kebijakan Teknokratis "Revitalisasi BUM Desa"

Ujung tembak sekaligus "ujung tombok" pembangunan di Desa bertumpu pada Kepala Desa. Termasuk dalam hal ini adalah inisiatif dan komitmen untuk tindakan teknokratis revitalisasi BUM Desa. Keberadaan dan maju-mundurnya BUM Desa dipengaruhi oleh Kepala Desa. Inisiatif dan komitmen tersebut akan sangat tegas apabila termaktub dalam penganggaran APB Desa.

Namun problemnya adalah kebijakan teknoratis revitalisasi BUM Desa kerapkali kurang membawa manfaat jangka pendek. Khususnya secara politis bagi Kepala Desa. Upaya untuk ini membutuhkan waktu yang cukup lama, termasuk trial and error. Belum lagi apabila BUM Desa tidak kunjung mampu mendongkrak Pendapatan Asli Desa atau malah merugi. Alih-alih akumulasi keuntungan, yang ada malah memakan banyak biaya (tombok). 

Secara pragmatis, kebijakan teknokratis revitalisasi BUM Desa tertuju pada keberadaan BUM Desa yang potensial hanya menjadi wadah penampung bagi bantuan dan hibah dari pemerintah supra-desa maupun swasta. Selebihnya, yang tersisa hanya papan nama BUM Desa dengan nir-aktivitas.

Problem Klasik Profesionalitas BUM Desa

Problem klasik berupa profesionalitas BUM Desa seringkali terjumpai di lapangan, terutama pada lingkup kegiatan "Klinik BUM Desa di Jawa Timur". Persepsi yang beredar adalah BUM Desa dikelola sebagai lembaga yang setengah publik, yakni milik Desa dan setengah privat, yakni berorientasi pada akumulasi profit. 

Implikasinya, pengelola BUM Desa terhimpit oleh ketidakpercayaan diri warga Desa mengelola BUM Desa. Regularitas pelembagaan (legal-administratif) kurang cermat melihat legitimasi legalitas Musyawarah BUM Desa, Perdes BUM Desa dan Keputusan Kades tentang AD/ART BUM Desa. Kami banyak temui persepsi tentang pembukuan BUM Desa mirip dengan laporan keuangan koperasi/UMKM. Dan belum adaptasi ke standar akuntansi keuangan yang relevan dengan BUM Desa. 

Dari sisi manajemen, pengelola BUM Desa membutuhkan akurasi penentuan produk dan segmentasi pasar, media pemasaran dan branding, hingga tarikan-tarikan kepentingan politis di Desa. Kesemuanya itu berkelindan dan tentu membutuhkan multi-pendekatan yang tidak mudah dan tidak sebentar untuk dapat meningkatkan performa.

Revitalisasi BUM Desa Menjadi Musykil

Kerja-kerja pemerintah pusat hingga Desa, instansi akademis, swasta, hingga komunitas dan organisasi kemasyarakatan (quadripartit) secara integratif dan kontinyu sangat dibutuhkan. Hal ini terutama menyangkut kekhasan potensi Desa yang tidak dapat diseragamkan berikut kompleksitas problematika yang melingkupi. Revitalisasi BUM Desa menjadi musykil manakala quadripartit tersebut berjalan sendiri-sendiri atau malah saling berbenturan baik di tataran konseptual maupun di lapangan.

Disamping itu, kesadaran dan komitmen Kepala Desa sangatlah krusial. Karena bagaimanapun, pemangku kepentingan yang langsung bersinggungan dengan kondisi Desa tidak lain adalah Kepala desa. Hal itu dieksplisitkan dengan dukungan anggaran APBDesa, upaya-upaya pro-aktif untuk menjalin kerja sama (termasuk antar desa untuk mengembangkan potensi kerjasama antar Desa dan Pembangunan Kawasan Perdesaaan), hingga menyambungkan BUM Desa dengan pasar (market linkage) baik secara offline, online dan digital. 

Kesemuanya ini tentu didasari dengan niat untuk memberdayakan masyarakat Desa. Sehingga semangat untuk mencipta Desa Mandiri bukan sebatas angan-angan yang jauh panggang dari api. 

Wallahu A’lam, semoga.*

Baca juga: Anom Surya Putra, Restorasi BUM Desa "Mangkrak"

Komentar

Artikel Terpopuler

21-Days of Abundance Meditation Challenge Deepak Chopra

Negara Hukum Deliberatif, Desa dan Metode Pembentukan Hukum (ROCCIPI, EBP, RIA)

Proyek Perubahan Citra Diri Pendamping Desa oleh Ibe Karyanto (Adaptasi Pasca MoT-ToT)

Day 11 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Merancang Panduan Penilaian Dampak Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Regulatory Impact Assessment) di Biro Hukum Kementerian Desa PDTT

5 (Lima) Model Pengembangan Legislative Drafting (Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)

Day 10 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

BKAD PNPM MPd dan organ UPK Bukan Badan Hukum Pasca Putusan Mahkamah Agung Oktober 2021

Sosiologi Hukum Mathieu Deflem (65): Pascamodernisme dan Dekonstruksi dalam Hukum

Day 15 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)