Opini Terbaru

Between Facts and Norms, Pemikiran Hukum Jürgen Habermas (2): Pengantar dari Jürgen Habermas

Gambar
PENGANTAR Jürgen Habermas  | Penerjemah: Anom Surya Putra | Di Jerman, filsafat hukum telah lama tidak lagi menjadi materi pembahasan bagi para filsuf. Jika saya jarang menyebut nama Hegel dan lebih mengandalkan teori hukum Kantian, hal ini juga mengungkapkan keinginan saya untuk menghindari suatu model yang menetapkan standar yang tidak dapat dicapai bagi kita. Memang, bukan kebetulan bahwa filsafat hukum, dalam mencari kontak dengan realitas sosial, telah bermigrasi ke aliran-aliran (mazhab) hukum. [1] Namun, saya juga ingin menghindari ilmu hukum teknis yang terfokus pada fundasi-fundasi hukum pidana. [2] Apa yang dulunya dapat dianut secara koheren dalam konsep-konsep filsafat Hegelian saat ini menuntut pendekatan pluralistis yang menggabungkan perspektif teori moral, teori sosial, teori hukum, serta sosiologi dan sejarah hukum. Saya menyambut ini sebagai kesempatan untuk menampilkan pendekatan pluralistis yang sering tidak diakui/disadari teori tindakan komunikatif. Konsep-konse

Meluruskan Kekuatan Mistis atau Angsar Pusaka

Sekitar tahun 2015 saya mengalami diskusi menarik dengan Mpu Totok Brojodiningrat (Padepokan Keris Brojodiningrat, Surakarta, Jateng) dan Mpu Basuki Teguh Yuwana (Padepokan Keris Brojobuwono, Karanganyar, Jateng). Dimensi esoterik keris dan tombak seringkali terjumbuhkan dengan aspek klenik. Tulisan ini merupakan catatan penting yang saya ingat selama berdiskusi dengan beliau berdua.

Dalam hal bahasan esoterik, saya bertanya-tanya, apakah hal itu menjangkau ruang makna tertentu bagi  dhapur, pamor, ricikan dan bahan-bahan yang ditempa menjadi suatu pusaka?

Selama ini seringkali saya jumpai kesalahkaprahan pemahaman dari mayoritas orang yang bertanya kepada saya, "keris itu isinya apa?"atau "tombak itu isinya ikut saya lho, macan putih dan orang berjubah putih…" dan seterusnya.

Dugaan saya adalah begitu banyak beredar keris-keris kecil dari bahan logam kuningan yang diperlakukan sebagai jimat dan lantas diangkat begitu saja dalam tayangan sinetron untuk menghadapi jin, setan dan makhluk halus lainnya. Tak pelak, keris/tombak pun menjadi tertuduh sebagai benda mistis, tanpa ada makna yang lebih mendalam. Padahal, jauh sebelum NKRI berdiri, Majapahit disatukan dengan simbol keris luk 3 Jangkung, pamor Segoro Muncar, yang diacungkan oleh Gajah Mada dalam pengucapan sumpah amukti palapa. Konon, begitulah kisah dari Mpu Totok.

Kesalahkaprahan pemahaman di masyarakat atas pusaka berakibat pada terjadinya pembiasan dan pendangkalan terhadap cara pandang perpusakaan itu sendiri. Padahal, makna simbolis dari tiap ricikan keris/tombak merupakan aspek penting dari esoteri keris/tombak.

Semua keris/tombak ditempa dan diciptakan untuk pembelajaran hidup. Bila ia dipahami secara utuh maka ia memberikan tontonan dan tuntunan yang membentuk kemanunggalan dengan Sang Pencipta. Dengan sendirinya, daya-daya ilahiah yang diharapkan akan turun dan menjumpai sang manusia pemegang pusaka. Daya ilahiah inilah yang seringkali disebut dengan isi, kekuatan, kesaktian dan seterusnya.

Tapi, banyak orang terjebak justru pada "benda". Dan bukan pada perilaku kemanunggalannya. Sang pemegang pusaka yang "klenik" itu justru terbiaskan pada isi/kekuatan pusaka, tanpa memahami esensi manfaat dan pengaruh positif pada kehidupannya.

Andai anda memegang pusaka yang tuah, angsar, dan pengaruhnya negatif, maka sebaiknya pusaka itu anda niatkan sebagai koleksi saja. Adapun pusaka yang memberikan tuntunan dan tontonan positif, mari kita kembangkan melalui pemaknaan terhadap dimensi pusaka secara utuh.

Penanda Pusaka Positif

Pusaka yang dibuat oleh Mpu di masa sekarang mempunyai ciri khas masing-masing. Ketika anda memesan pusaka kepada Mpu di Jawa Tengah, Jogja maupun Jawa Timur, aspek yang anda perhatikan seksama adalah relasi antara weton, wuku, bahan-bahan pusaka (besi, baja, dan nikel/meteor), dan sesaji yang harus dijelaskan makna-makna simboliknya.

Karakter wuku yang simbol padewan-nya Brahma dan diliputi sifat "api/aghni", maka sebaiknya memilih dhapur dan pamor tertentu yang mendinginkan temperamental anda. Bahan rel kereta api misalnya menjadi spirit bagi pemiliknya untuk menjadi jalan bagi kemakmuran bersama.

Penanda Pusaka Negatif

Unik. Tidak logis, tapi semua kondisi ini terhubung. Apabila pusaka yang anda pegang bersifat negatif, salah satu petandanya ialah pengeluaran anda tidak terkontrol. Secara fisik, pusaka yang negatif bagi kepribadian anda, ditandai dengan keris yang rericikannya (1) gonjo beser; (2) sekar kacang mengalami gruwung, karena sekar kacang itu mesti sempurna ibarat muka manusia atau hidung; (3) Kinatah emas susulan yang kualitasnya rendah.

Energi pusaka ini pembawaannya seolah membawa pikiran bawah sadar terasa panas.  Misalnya, tombak yang dibuat pada era pergolakan fisik, tanda-tandanya terdapat pegat waja, bagian methuk sudah tidak ada lagi sebagai tindhih-nya, sehingga hawa panas akan mempengaruhi pemegangnya.

Ciri lain yang menandakan pusaka itu negatif bagi anda, misalnya terjadi inkonsistensi Tangguh. Misalnya, keris luk 5 yang bagian sogokan tidak luwes mengikuti alur Odo-odo, dan sekar kacang cupet. Keris yang sekar kacang cupet merupakan ciri khas Tangguh Segaluh. Nah, keris luk 5 yang dicontohkan itu sekar kacangnya cupet, padahal keris tersebut bukan Tangguh Segaluh. Maka, hawa panas akan mempengaruhi pemegangnya.

Tuah, kekuatan mistis, atau vibrasi dari pusaka yang positif dan negatif ternyata mensyaratkan kita harus paham detail bagian-bagian keris atau tombak pusaka. Tidak sekedar memejamkan mata, mendapat bisikan dari "suara lain", dan berkata: "keris ini khodamnya bagus." 

Gubrak.... Bubarlah diskusi keris. Pindah jalur ke obrolan tentang dunia makhluk halus yang sulit dipikirkan sinkronisitasnya dengan detail ciri fisik pusaka (dhapur, pamor, tangguh) dan kehidupan sehari-hari pemegangnya.*

Penulis: Anom Surya Putra 

Komentar

Artikel Terpopuler

21-Days of Abundance Meditation Challenge Deepak Chopra

Konstitusionalisme Deliberatif dan Judicial Review

Day 10 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 16 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 6 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 4 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 8 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 7 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Sosiologi Hukum Mathieu Deflem (2): Pengantar Buku Sosiologi Hukum

Day 17 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)