Opini Terbaru

[Calon Buku] Hukum Komunikatif by Anom Surya Putra

Gambar
 Hukum Komunikatif Karya: Anom Surya Putra ~ Naskah (calon) buku yang ditulis dalam keadaan "chaotic", non-sistematis, sedikit mengandung aforis atau metafor, tidak bermanfaat bagi praktisi hukum, dan mungkin berguna bagi pemula yang hendak membaca "hukum" dengan cara rebahan, atau bacaan ringan bagi individu yang mati-langkah dengan dunia hukum yang digeluti selama ini ~ I. Bangun dari Tidur Panjang Secangkir kopi dan teh berdampingan di meja kecil. Gemericik air dari pahatan pancuran air menemani cairan yang tersimpan di dalam cangkir kopi dan teh. Mata sembab setelah menatap ribuan kalimat di layar komputer. Jemari bergerak secara senyap, memindahkan visual pikiran dan audio batin ke dalam rangkaian gagasan. Awal. Baru memulai. Chaotic. Bangun dari tidur yang panjang. Terlalu banyak minum kopi dan teh sungguh memicu asam lambung. Cinta yang mendalam terhadap kopi dan teh terganggu dengan asam lambung yang bergerak maraton di dalam tubuh. Kurang bijak meminum kopi...

Revolusi Mental dan Keris Pusaka

Pada tahun 2014 banyak sekali gagasan yang muncul di publik. Misalnya, Revolusi Mental. Inti gagasannya kurang lebih menawarkan suatu teknik psikologis untuk mengatasi hambatan ditingkat individu, masyarakat dan skala lebih luas yakni negara dan bangsa. 

Sebagai kaum muda yang belajar tentang budaya keris, saya memahami isi gagasan Revolusi Mental itu dari aspek dhapur dan pamor keris.

Di tingkat individu, penyakit sosial yang dikritisi oleh Revolusi Mental adalah malas, bebal, dan tidak berkarakter. Budaya keris di nusantara mempunyai kekayaan simbolik, misalnya tentang pamor Sulur Ringin dan teknik wosing wutah.

Seorang empu yang membuat pusaka keris dengan teknik wosing wutah memberikan pelajaran bagi kaum muda agar ke-aku-an yang masih dimiliki itu dapat dilebur bersamaan dengan penempaan besi, baja dan bahan pamor (nikel atau meteor). Teknik wosing wutah bermakna bagi terbentuknya karakter baru yang pasrah terhadap kehendak Tuhan, giat bekerja, dan berpikir cerdas.

Prosesi pembuatan pusaka bagi kaum muda dapat digali pemaknaannya. Misalnya, mengapa kaum muda melepas burung tekukur ke langit untuk mengiringi suatu upacara wiwitan pembuatan pusaka. Maknanya adalah wawasan kaum muda diharapkan semakin luas dan dapat melihat dengan cermat seperti burung tekukur yang terbang ke langit.

Revolusi Mental juga berdimensi kemasyarakatan. Revolusi Mental mengkritisi ketimpangan sosial, kecemburuan sosial dan gangguan keamanan atau kenyamanan hidup. Salah satu dhapur keris yang banyak dimiliki oleh masyarakat adalah dhapur Brojol. Serat Centhini mengungkapkan agar pemilik keris ini untuk senantiasa berhati-hati dalam berbicara. Nilai-nilai luhur ini bersifat praksis dan mengarahkan agar kita senantiasa berhati-hati dalam dialog dengan orang lain.

Begitupula halnya mengapa keris Brojol berpasangan dengan burung perkutut. Burung perkutut cenderung tidak mudah untuk berbunyi, tapi “manggung”. Ia “manggung” dalam waktu tertentu, sesuai dengan kehendak dirinya. Saya kira, ajaran leluhur tentang keris dhapur Brojol yang dikaitkan dengan pemeliharaan burung perkutut, memberikan makna hablum min an-naas yang harmoni. 

Ajaran leluhur ini berada dalam lingkup budaya, dan sudah move on meninggalkan aspek klenik. Sekalipun ajaran leluhur dan Revolusi Mental bersifat deskriptif, menurut saya, tantangannya terletak pada kemampuan diri untuk menggali makna-makna simbolik yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Revolusi Mental juga berdimensi nation state atau skup negara dan bangsa. Revolusi Mental mengkritisi sikap lemah, tidak bermartabat, produktivitas minim, dan daya saing rendah. Sebagai kaum muda yang baru belajar keris, saya memaknai kekayaan simbolik dari dhapur Karno Tinandhing. Serat Centhini mengungkapkan spirit Karno Tinandhing untuk berkompetisi secara produktif, kuat mental dan tetap bermartabat. 

Dhapur Nagasasra juga memberikan mitos-mitos yang penting tentang kepemimpinan nasional.  Keris dhapur nagasasra mengajarkan aspek kepemimpinan seperti simbol kijang dalam ricikannya. Kijang berarti pemimpin tidak boleh adigang adigung adiguna. Kijang juga berarti sifat untuk waspada, cekatan atau blusukan.

Nah, wacana revolusi mental, secara keseluruhan, hendak menggerakkan manusia Indonesia agar berkepribadian cerdas, cekatan dan tetap waspada.*

Penulis: Anom Surya Putra


Komentar

Artikel Terpopuler

21-Days of Abundance Meditation Challenge Deepak Chopra

[Calon Buku] Hukum Komunikatif by Anom Surya Putra

OPINI Filsafat Hukum: Bagian Ke-2 Menziarahi Ius, Lex dan Codex

Day 12 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 13 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 11 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Hukum dalam Teori Tindakan Komunikatif Habermas

Ensiklopedi Filsafat Jürgen Habermas

OPINI Filsafat Hukum: Bagian Ke-3 Filsafat Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum

OPINI Filsafat Hukum: Bagian Ke-1 Berawal dari Sophia, Cinta Mendalam Yang Bijaksana