Opini Terbaru

[BUKU ONLINE] HUKUM KOMUNIKATIF Karya ANOM SURYA PUTRA

Gambar
HUKUM KOMUNIKATIF:  ADAPTASI PEMIKIRAN HUKUM DAN FILSAFAT JÜRGEN HABERMAS PENULIS: ANOM SURYA PUTRA  *** Hukum Komunikatif. Istilah ini penulis peroleh setelah bongkar pasang gagasan tentang pengetahuan hukum apa yang tepat untuk mewarnai diskursus ilmu hukum ( jurisprudence ) dan ilmu sosial-hukum ( legal science ) di Indonesia. Cara berpikir Hukum Komunikatif berakar dari buku karya Habermas. Judul aslinya adalah  Faktizität und Geltung: Beiträge zur Diskurstheorie des Rechts und des demokratischen Rechtsstaats , Frankfurt a.M. 1992. Diterjemahkan dalam bahasa Inggris berjudul " Between Facts and Norms: Contributions to a Discourse Theory of Law and Democracy " (Antara Fakta dan Keabsahan Normatif: Kontribusi untuk Teori Diskursus Hukum dan Demokrasi), karya Jürgen Habermas (Massachusetts Institute of Technology, 1996).  Buku ( online ) ini, entah suatu saat nanti akan terbit dalam versi cetak, ditulis dengan gaya rileks atau semacam humor yang belum tentu memancin...

Revolusi Mental dan Keris Pusaka

Pada tahun 2014 banyak sekali gagasan yang muncul di publik. Misalnya, Revolusi Mental. Inti gagasannya kurang lebih menawarkan suatu teknik psikologis untuk mengatasi hambatan ditingkat individu, masyarakat dan skala lebih luas yakni negara dan bangsa. 

Sebagai kaum muda yang belajar tentang budaya keris, saya memahami isi gagasan Revolusi Mental itu dari aspek dhapur dan pamor keris.

Di tingkat individu, penyakit sosial yang dikritisi oleh Revolusi Mental adalah malas, bebal, dan tidak berkarakter. Budaya keris di nusantara mempunyai kekayaan simbolik, misalnya tentang pamor Sulur Ringin dan teknik wosing wutah.

Seorang empu yang membuat pusaka keris dengan teknik wosing wutah memberikan pelajaran bagi kaum muda agar ke-aku-an yang masih dimiliki itu dapat dilebur bersamaan dengan penempaan besi, baja dan bahan pamor (nikel atau meteor). Teknik wosing wutah bermakna bagi terbentuknya karakter baru yang pasrah terhadap kehendak Tuhan, giat bekerja, dan berpikir cerdas.

Prosesi pembuatan pusaka bagi kaum muda dapat digali pemaknaannya. Misalnya, mengapa kaum muda melepas burung tekukur ke langit untuk mengiringi suatu upacara wiwitan pembuatan pusaka. Maknanya adalah wawasan kaum muda diharapkan semakin luas dan dapat melihat dengan cermat seperti burung tekukur yang terbang ke langit.

Revolusi Mental juga berdimensi kemasyarakatan. Revolusi Mental mengkritisi ketimpangan sosial, kecemburuan sosial dan gangguan keamanan atau kenyamanan hidup. Salah satu dhapur keris yang banyak dimiliki oleh masyarakat adalah dhapur Brojol. Serat Centhini mengungkapkan agar pemilik keris ini untuk senantiasa berhati-hati dalam berbicara. Nilai-nilai luhur ini bersifat praksis dan mengarahkan agar kita senantiasa berhati-hati dalam dialog dengan orang lain.

Begitupula halnya mengapa keris Brojol berpasangan dengan burung perkutut. Burung perkutut cenderung tidak mudah untuk berbunyi, tapi “manggung”. Ia “manggung” dalam waktu tertentu, sesuai dengan kehendak dirinya. Saya kira, ajaran leluhur tentang keris dhapur Brojol yang dikaitkan dengan pemeliharaan burung perkutut, memberikan makna hablum min an-naas yang harmoni. 

Ajaran leluhur ini berada dalam lingkup budaya, dan sudah move on meninggalkan aspek klenik. Sekalipun ajaran leluhur dan Revolusi Mental bersifat deskriptif, menurut saya, tantangannya terletak pada kemampuan diri untuk menggali makna-makna simbolik yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Revolusi Mental juga berdimensi nation state atau skup negara dan bangsa. Revolusi Mental mengkritisi sikap lemah, tidak bermartabat, produktivitas minim, dan daya saing rendah. Sebagai kaum muda yang baru belajar keris, saya memaknai kekayaan simbolik dari dhapur Karno Tinandhing. Serat Centhini mengungkapkan spirit Karno Tinandhing untuk berkompetisi secara produktif, kuat mental dan tetap bermartabat. 

Dhapur Nagasasra juga memberikan mitos-mitos yang penting tentang kepemimpinan nasional.  Keris dhapur nagasasra mengajarkan aspek kepemimpinan seperti simbol kijang dalam ricikannya. Kijang berarti pemimpin tidak boleh adigang adigung adiguna. Kijang juga berarti sifat untuk waspada, cekatan atau blusukan.

Nah, wacana revolusi mental, secara keseluruhan, hendak menggerakkan manusia Indonesia agar berkepribadian cerdas, cekatan dan tetap waspada.*

Penulis: Anom Surya Putra


Komentar

Artikel Terpopuler

21-Days of Abundance Meditation Challenge Deepak Chopra

Negara Hukum Deliberatif, Desa dan Metode Pembentukan Hukum (ROCCIPI, EBP, RIA)

Proyek Perubahan Citra Diri Pendamping Desa oleh Ibe Karyanto (Adaptasi Pasca MoT-ToT)

Day 11 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Merancang Panduan Penilaian Dampak Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Regulatory Impact Assessment) di Biro Hukum Kementerian Desa PDTT

5 (Lima) Model Pengembangan Legislative Drafting (Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)

Day 10 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

BKAD PNPM MPd dan organ UPK Bukan Badan Hukum Pasca Putusan Mahkamah Agung Oktober 2021

Sosiologi Hukum Mathieu Deflem (65): Pascamodernisme dan Dekonstruksi dalam Hukum

Day 15 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)