Opini Terbaru

Between Facts and Norms, Pemikiran Hukum Jürgen Habermas (2): Pengantar dari Jürgen Habermas

Gambar
PENGANTAR Jürgen Habermas  | Penerjemah: Anom Surya Putra | Di Jerman, filsafat hukum telah lama tidak lagi menjadi materi pembahasan bagi para filsuf. Jika saya jarang menyebut nama Hegel dan lebih mengandalkan teori hukum Kantian, hal ini juga mengungkapkan keinginan saya untuk menghindari suatu model yang menetapkan standar yang tidak dapat dicapai bagi kita. Memang, bukan kebetulan bahwa filsafat hukum, dalam mencari kontak dengan realitas sosial, telah bermigrasi ke aliran-aliran (mazhab) hukum. [1] Namun, saya juga ingin menghindari ilmu hukum teknis yang terfokus pada fundasi-fundasi hukum pidana. [2] Apa yang dulunya dapat dianut secara koheren dalam konsep-konsep filsafat Hegelian saat ini menuntut pendekatan pluralistis yang menggabungkan perspektif teori moral, teori sosial, teori hukum, serta sosiologi dan sejarah hukum. Saya menyambut ini sebagai kesempatan untuk menampilkan pendekatan pluralistis yang sering tidak diakui/disadari teori tindakan komunikatif. Konsep-konse

Restorasi Pertahanan Generasi Milenial

Peristiwa tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402 beberapa tahun lalu telah meninggalkan duka mendalam bagi rakyat Indonesia. Dalam nalar nasionalisme demokratik, peristiwa ini merepresentasikan dunia kehidupan warga negara yang menyatu secara organik dengan organisasi pertahanan Indonesia. Duka yang terjadi pada organisasi pertahanan, sekaligus merupakan luka bagi rakyat. 

Setelah beberapa waktu berlalu, terdapat informasi, organisasi pertahanan kita bekerjasama dengan Kapal Tan Suo Er Hao milik China melakukan survei bawah laut untuk mengangkat bagian kapal selam KRI Nanggala-402 yang tenggelam di perairan Bali. Dari media Detik.Com terdapat informasi teknologis, bagian dari KRI Nanggala-402 diduga telah ditemukan dalam sebuah kawah berdiameter 38 meter. 

Informasi teknologis ini penulis posisikan dalam relasi hukum dan demokrasi. Siaran pers dari otoritas organisasi pertahanan penting untuk diapresiasi sebagai formasi opini yang membuat terang benderang implementasi kebijakan pertahanan. Argumen-argumen terbaik berbasis teknologi pertahanan sudah saatnya diposisikan sebagai interaksi pemikiran antara kekuasaan negara dan rakyat. Pada konteks demikian, suguhan argumen ini membuat dunia kehidupan rakyat terbuka secara rasional mengenai visi pertahanan maritim. Laut bukanlah dinding pemisah antara pulau Jawa dan Bali. Justru, laut mempersatukan masyarakat Jawa dan Bali dalam perbincangan visioner mengenai kebijakan pertahanan laut yang kuat.

Salah satu agenda restorasi pertahanan dan keamanan Partai Nasdem adalah restorasi pertahanan dan keamanan berdasar diskursus konstitusi: "Melindungi segenap bangsa Indonesia dan segenap tumpah darah Indonesia". Agenda restorasi ini bertautan dengan kekuatan laut dan udara yang membutuhkan investasi yang sangat besar. 

Sosok teman dan salah satu "guru" saya, Kusnanto Anggoro, melalui media BBC.com menyatakan bahwa kebijakan pertahanan perlu menekankan investasi pertahanan untuk mengikuti perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi itu ditandai dengan amatan jangka panjang pada tahun 2045 yakni investasi terhadap teknologi pertahanan berbasis kecerdasan artifisial, sistem komputer, radar, dan lainnya. Pendapat strategis ini relevan dengan informasi sebelumnya bahwa kapal milik China berkemampuan melakukan survei terhadap posisi KRI Nanggala-402 di sebuah kawah misterius bawah laut. Betapa canggihnya! Imajinasi hukum saya menyiratkan, restorasi pertahanan sudah saatnya serius mengarah pada kebijakan inventais pertahanan untuk teknologi angkatan laut.

Nah, dengan terbukanya formasi opini tentang investasi pertahanan, siapa elemen dari rakyat yang akan menerima tongkat implementasi kebijakan itu? Jawaban hipotesis saya, "generasi milenial." Survei menarik dari ALVARA yang dipimpin oleh sahabat saya, Hasanuddin Ali, menarik untuk ditelusur. Generasi milenial berelasi dengan dunia politik karena generasi yang lahir bersamaan dengan pesatnya teknologi itu punya sikap kritis dan percaya diri.

Generasi milenial memiliki ciri khas tersendiri, mereka lahir pada saat TV sudah berwarna, handphone semakin canggih, serta fasilitas internet yang sudah massif diperkenalkan, sehingga tidak heran jika generasi milenial ini sangat mahir dalam teknologi.

Posisi generasi milenial sangat diperhitungkan pada pilkada di berbagai daerah. Generasi milneal adalah bagian dari penentu kemajuan dan keberhasilan demokrasi, baik di tingkat daerah maupun nasional. (Sumber: Suara.com)

Untuk meyakinkan generasi milenial, organ kekuasaan negara baik kekuasaan komunikatif (parlemen), kekuasaan administratif (pemerintahan), dan kekuasaan yudisial perlu berkonsensus untuk mencipta kebijakan investasi pertahanan. Misalnya, pernyataan dari otoritas Angkatan Laut mengenai praktik kerjasama dengan militer China dalam menemukan KRI Nanggala-402, dengan segera didukung kebijakan legislasi yang mendukung investasi pertahanan. Begitupula organ kekuasaan yudisial segera membincang ulang konstitusionalitas kebijakan investasi pertahanan. 

Aktivitas serba-komunikasi antar kekuasaan negara ini niscaya membuat generasi milenial tertarik untuk menggeluti dunia kecerdasan buatan yang bertautan dengan kebijakan investasi pertahanan. Generasi milenial bukan lagi bercita-cita menjadi prajurit semata, tetapi cita-citanya meluas hingga ke teknologi pertahanan yang dilakukan melalui komunitas korporasi teknologi pertahanan. Makna dari prajurit bukan hanya "soldier" yang menjalani pendidikan militer, tapi meluas ke komponen rakyat yang sadar pertahanan nasional.

Sebagai penutup, pertautan generasi milenial dengan dunia politik kebijakan investasi pertahanan bukan lagi berjalan pada dimensi politik proseduralistis. Generasi milenial yang lahir dan berkembang dengan teknologi tetap berada dalam dunia kehidupan rakyat yang bebas, cerdas dan percaya diri. Tetapi tanpa kesadaran politik pada generasi milenial, rintisan investasi pertahanan oleh generasi baby boomers (terlahir 1946-1964) dan generasi X (terlahir 1965-1980) akan beresiko membuat generasi milenial larut dalam kesadaran individual. 

Kesadaran individual itu tidak dilandasi rasionalitas komunikatif, karena generasi milenial yang berkesadaran individual akan memilih bekerja pada organisasi perusahaan teknologi dengan bayaran tinggi namun cuek politik. Sikap cuek politik sungguh berbahaya dalam implementasi kebijakan investasi pertahanan, karena keberpihakan pada pertahanan semesta akan tergantikan dengan modal. Sebaliknya, sikap cuek politik dari generasi milenial niscaya terpupus dengan aksi komunikatif antara Sistem (kekuasaan negara dan pasar) dengan rakyat (babby boomers, generasi X, generasi Z dan generasi milenial).

Kira-kira begitulah prasyarat restorasi pertahanan kita, tatkala generasi milenial mulai tumbuh pesat hingga pada tahun 2045.*

Komentar

Artikel Terpopuler

21-Days of Abundance Meditation Challenge Deepak Chopra

Konstitusionalisme Deliberatif dan Judicial Review

Day 10 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 16 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 6 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 4 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 8 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 7 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Sosiologi Hukum Mathieu Deflem (2): Pengantar Buku Sosiologi Hukum

Day 17 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)