Opini Terbaru

Between Facts and Norms, Pemikiran Hukum Jürgen Habermas (2): Pengantar dari Jürgen Habermas

Gambar
PENGANTAR Jürgen Habermas  | Penerjemah: Anom Surya Putra | Di Jerman, filsafat hukum telah lama tidak lagi menjadi materi pembahasan bagi para filsuf. Jika saya jarang menyebut nama Hegel dan lebih mengandalkan teori hukum Kantian, hal ini juga mengungkapkan keinginan saya untuk menghindari suatu model yang menetapkan standar yang tidak dapat dicapai bagi kita. Memang, bukan kebetulan bahwa filsafat hukum, dalam mencari kontak dengan realitas sosial, telah bermigrasi ke aliran-aliran (mazhab) hukum. [1] Namun, saya juga ingin menghindari ilmu hukum teknis yang terfokus pada fundasi-fundasi hukum pidana. [2] Apa yang dulunya dapat dianut secara koheren dalam konsep-konsep filsafat Hegelian saat ini menuntut pendekatan pluralistis yang menggabungkan perspektif teori moral, teori sosial, teori hukum, serta sosiologi dan sejarah hukum. Saya menyambut ini sebagai kesempatan untuk menampilkan pendekatan pluralistis yang sering tidak diakui/disadari teori tindakan komunikatif. Konsep-konse

Sosiologi Hukum Mathieu Deflem (17): Ilmu Pengetahuan Masyarakat Emile Durkheim

Buku sosiologi hukum ini menyajikan visi ilmiah sosiologi hukum berdasarkan diskusi tentang pencapaian utama dari spesialisasi sosiologi hukum. Karya Mathieu Deflem ini mengungkapkan nilai-nilai studi sosiologi hukum dengan menyatukan tema-tema teoritis dan empiris.

This is a copy of an Indonesian translation of “Sociology of Law: Visions of a Scholarly Tradition” (2008), Mathieu Deflem, University of South Carolina, Translated by Anom Surya Putra.

Source: Sociology of Law: Visions of a Scholarly Tradition, by Mathieu Deflem (Cambridge University Press, 2008) https://deflem.blogspot.com/2008/01/socoflaw.html

Please cite as: Deflem, Mathieu. 2008. "Sosiologi Hukum Mathieu Deflem (17): Ilmu Pengetahuan Masyarakat Emile Durkheim." Blog Anom Surya Putra, Agustus 2022.

-------------

Bagian I Fundasi Teoritis Sosiologi Hukum

3. Emile Durkheim tentang Hukum dan Solidaritas Sosial

Ilmu Pengetahuan Masyarakat

Emile Durkheim (1858–1917) adalah putra seorang rabi, mahasiswa yang luar biasa, dan menghadiri École normale supérieure yang bergengsi sebelum ia mulai mengajar filsafat pada tahun 1882. Lima tahun kemudian, Durkheim menjadi profesor pedagogi dan ilmu sosial di Bordeaux, tempat ia tinggal sampai tahun 1902 sembari mengemban jabatan guru besar di bidang pedagogi dan sosiologi di Sorbonne di Paris. Durkheim terlibat aktif dalam mengembangkan dan melembagakan sosiologi sebagai disiplin akademis, tetapi ia juga merefleksikan kondisi politik dan sosial masyarakatnya. Pada tahun 1898, Durkheim mendirikan Année sociologique, jurnal sosiologi pertama di Prancis. Durkheim mengalami kondisi kesehatan yang buruk, terlalu banyak bekerja dan, yang paling tragis, kematian putranya dalam Perang Dunia I, hingga Durkheim meninggal pada usia 59 tahun.

Durkheim menganggap sosiologi sebagai studi ilmiah tentang fakta-fakta sosial, dipengaruhi oleh karya Auguste Comte yang pada tahun 1830-an pertama kali menciptakan istilah sosiologi untuk menunjukkan ilmu positif masyarakat, tradisi statistik moral Jerman, dan ilmu sosial awal yang ditujukan untuk studi deskriptif tentang karakteristik negara.[1] Didefinisikan sebagai cara berada dalam masyarakat yang bersifat memaksa dan eksternal terhadap individu, fakta sosial mencakup representasi ideal, seperti budaya dan hukum, serta keadaan dan tindakan material, seperti kondisi demografis dan ekonomi. Fakta sosial bersifat memaksa terhadap individu karena kondisi fakta sosial tidak dapat dilanggar tanpa konsekuensi. Dalam kasus representasi ideal, sanksi merupakan indikasi kekuatan pemaksaan fakta sosial, seperti ketika hukuman diberikan kepada mereka yang melanggar hukum atau ketika ketidaksetujuan publik diungkapkan atas pelanggaran norma. Dalam hal kondisi material, fakta sosial memiliki kekuatan koersif yang relatif mekanistik karena fakta sosial menentukan peluang yang dimiliki oleh individu untuk terlibat dalam kegiatan tertentu. Kondisi ekonomi yang buruk, misalnya, akan memengaruhi kemungkinan pekerjaan dalam kasus-kasus individual.

Kekuatan koersif fakta sosial, menurut Durkheim, memungkinkan identifikasi dan studi tentang fakta sosial, terutama dalam kasus representasi ideal seperti norma sosial, karena suatu sanksi yang dapat diamati berfungsi sebagai indikator fakta sosial. Karena fakta sosial berada di luar individu, maka fakta sosial tidak dapat direduksi menjadi manifestasi individualnya, yang mana fakta sosial sebagian sosial bagi individu dan sebagian lagi unik bagi individu. Fakta sosial juga tidak dimiliki oleh setiap anggota masyarakat dalam derajat yang sama. Jadi, Durkheim berpendapat, fakta sosial hanya dapat memiliki masyarakat sebagai substratumnya, dan masyarakat, sebagai realitas sui generis (dari jenisnya sendiri), yang juga merupakan objek sosiologi. Karena masyarakat tidak dapat direduksi menjadi cara bertindak tingkat individu, sosiologi tidak dapat direduksi menjadi psikologi.

Dalam metodologinya, sosiologi Durkheim didasarkan pada maxim bahwa fakta sosial harus dianggap sebagai sesuatu. Prinsip dasar ini menyiratkan bahwa sosiolog harus membuang semua prasangka tentang masyarakat. Dibedakan dari orientasi normatif filsafat sosial, sosiologi harus dilakukan dari kerangka bebas-nilai untuk mempelajari masyarakat secara objektif sebagai tatanan moral. Selain itu, sosiolog harus mendefinisikan materi pembahasan dalam hal karakteristik eksternal umum dan tanpa mengesampingkan fenomena yang relevan. Aturan ini penting karena banyak materi pembahasan dalam sosiologi, seperti keluarga, agama, dan hukum, juga merupakan bagian dari jenis pengetahuan lain di tingkat pribadi dan sosial, seperti moralitas, agama, dan politik, dan memiliki penggunaan terminologis dalam bahasa sehari-hari yang mungkin tidak sesuai secara sosiologis. Definisi sosiologis tentang fakta-fakta sosial diperoleh berdasarkan dimensi-dimensi yang dapat diamati dari fenomena yang sedang diselidiki. Kejahatan, misalnya, diklasifikasikan sebagai perilaku yang menerima hukuman. Akhirnya, sosiolog harus mengisolasi fakta-fakta sosial dari manifestasi individualnya sehingga fakta-fakta sosial dapat dipelajari secara objektif tanpa terlalu banyak variasi dari satu kasus individu ke kasus berikutnya.

Kajian empiris atas fakta-fakta sosial dalam model Durkheim berawal dari deskripsi tipe-tipe masyarakat dalam konteks derajat kompleksitas hingga penjelasannya dalam konteks sebab dan fungsi. Fungsi fakta sosial mengacu pada tujuan yang dipenuhinya, sedangkan penyebab fakta sosial harus ditempatkan secara historis pada faktor anteseden. Fungsi dan penyebab sosiologis selalu bersifat sosial dan tidak dapat diambil kembali dalam jiwa individu. Setelah penyebab dan fungsi diidentifikasi, metode pembuktian sosiologis secara komparatif dapat dilakukan. Dalam metode komparatif, suatu kasus dibandingkan yang mana dua fakta sosial secara bersamaan tidak ada atau tidak hadir, sehingga variasi yang ditampilkan dalam kombinasi ini dapat ditemukan untuk memberikan bukti bahwa suatu fakta (penyebab) menyebabkan fakta lain (akibat). Metode ini dipandu oleh aturan dasar bahwa suatu sebab mengarah pada suatu akibat. Durkheim menyadari bahwa metode seperti itu tidak dapat benar-benar membuktikan sebab dan akibat, tetapi dapat menyebabkan manipulasi. Dan juga, stabilitas temuan dari sejumlah besar kasus menambah nilai kesimpulan pada hubungan sebab akibat dan pola fungsional.*

Catatan Kaki:

[1] Pendekatan sosiologi Durkheim diperjelas dalam The Rules of Sociological Method (Durkheim 1895) dan diterapkan dalam karya-karyanya tentang pembagian kerja (Durkheim 1893a diterjemahkan sebagai 1893b), bunuh diri (Durkheim 1897), dan agama (Durkheim 1912). Banyak buku Durkheim dan artikel terpenting tersedia dalam prosa Prancis asli mereka melalui situs “Les Classiques des Sciences Sociales”: http://classiques.uqac.ca/classiques/Durkheim_emile/ durkheim.html.

NEXT: Pembagian Kerja secara Sosial




Komentar

Artikel Terpopuler

21-Days of Abundance Meditation Challenge Deepak Chopra

Day 10 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Divonis Korupsi, Kerja Sama BKAD-UPK eks PNPM Mandiri Perdesaan dengan BUM DESA/BUM DESMA dan UMKM, Putusan No. 24/Pid.Sus-TPK/2022/PN.Smg

Day 6 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 14 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

OPINI Teori Hukum: Teori Hukum Jürgen Habermas (Mathieu Deflem)

Day 4 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Pemikiran Hukum Jürgen Habermas (9): Antara John Rawls dan Niklas Luhmann

Day 12 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Profesi Mediator Desa