Opini Terbaru
Ruwat BUM Desa "Merpati" (Bagian I)
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Judul: RUWAT BUM DESA MERPATI
Penulis: Anom Surya Putra et.al.
Penerbit: Jarkom Desa
Cetakan: Pertama, Februari 2018
Tebal: 108 hlm.,14 x 21 cm.
Beberapa hari yang lalu saya mendapat buku dari seorang teman. Buku itu berjudul "Ruwat BUM Desa Merpati" yang ditulis oleh Anom Surya Putra. Bagi komunitas pegiat desa, nama penulis tersebut tentu tidaklah asing. Nama yang begitu populer, beliau terbilang masih muda, masih banyak waktu nama tersebut menjadi legenda karena kiprahnya.
Kini, penulis yang selain sebagai konsultan ahli Kementerian Desa PDTT juga aktif di Perkumpulan Jaringan Komunikasi Desa (Jarkom Desa) sebagai ketua umumnya. Jarkom Desa adalah organisasi yang didirikan di Surabaya pada 17 April 2015 dengan mengusung prinsip yang unik dan mengakar secara organik sebagai pilar perkumpulannya; persahabatan, keragaman budaya, analitik dan taktis. Konsekuensi prinsip tersebut menjadikan Jarkomdes banyak terlibat fasilitasi secara langsung terhadap penguatan institusi desa. Dan buku ini adalah bagian cara Jarkom Desa berbagi "cara" penguatan itu.
Bagi saya, buku baru selalu memberi kesan spesial. Jenis buku apapun itu. Adalah bau kertasnya yang begitu harum. Aromanya mengingatkan saya, entah kapan, tentang cinta, "bronto" terhadap buku dan keberhasilan membelinya. Bahagia yang tidak bisa terkatakan.
Sebagai pegiat desa, pendamping desa di kecamatan Paciran dalam hal ini, tentu saya sangat antusias untuk membacanya. Mengingat masih minimnya bahan bacaan tentang desa pasca UU Desa ditetapkan, kehadiran buku ini tentu menjadi begitu penting. Terlebih, buku ini fokus dan spesifik berbicara tentang BUM Desa. Bukan hanya teoritis-normatif semata, tetapi berupa studi kasus dinamika BUM Desa di 2 (dua) kabupaten di Jatim yaitu Nganjuk dan Ponorogo.
Singkatnya, buku ini berangkat dari ruang nyata, sehingga tidak hanya sudut pandang Ilmu Hukum saja yang dikupas, melainkan teknik-aplikatifnya begitu menonjol. Karakter yang menonjol itulah yang menjadikan buku ini penting, untuk tidak mengatakan wajib, untuk dibaca oleh para pegiat desa. Dan yang tak kalah penting sajian buku ini adalah akan saya sebut pada akhir tulisan ini.
Selain itu, bagi mereka para pegiat desa, tentu mafhum tentang kendala yang dihadapi di desa. Seperti soal inkonsistensi kebijakan supra desa, terbatasnya kemampuan teknis dalam menerjemahkan UU Desa dan aspek psikologis yang enggan beranjak dari corak desa lama ke desa baru. Dan tak kalah bermasalahnya adalah menemukan kendala namun sulit menemukan istilahnya. Di buku ini istilah-istilah tersebut mampu dibahasakan secara segar dan sederhana tanpa mengurangi subtansi persoalannya. Sehingga buku ini bermanfaat untuk menumbuhkan kreatifitas dan inisiasi. Bukankah memperbanyak bahan bacaan seputar aktifitas berdesa, bagi pegiat desa adalah mutlak dibutuhkan?
Meski yang dibahas dalam buku ini tanya BUM Desa dua kabupaten, tetapi secara umum mampu menjadi cermin bagi kabupaten lainnya. Misalnya saya yang tinggal di Lamongan, setelah membaca buku ini, merasa mudah melihat dinamika BUM Desa di Lamongan.
Dalam buku ini juga menemukan istilah menarik tentang BUM Desa. BUM Desa "merpati" adalah BUM Desa yang "merapat ke bupati". BUM Desa "pedati" adalah BUM Desa yang berdiri dan adanya karena "perintah bupati". Dan kedua BUM Desa itulah yang menjadi fokus kajian dalam buku ini. Dimana kedua BUMDesa tersebut lahir karena mobilisasi dan dipangku oleh pemerintah supra-desa, minim emansipasi dari Desa, dan malah banyak mengandung patronase dengan bupati (elit).
Menarik pertanyaan Dr. Sutoro Eko dalam pengantar buku ini menulis: mengapa BUM Desa sejati hanya sedikit dan sebaliknya lebih banyak tipe BUM Desa pedati dan merpati? Mengapa sedikit BUM Desa yang memiliki kekuatan, kemandirian dan keberlanjutan? Mengapa lebih banyak BUM Desa yang gagal dan mati?
Pertanyaan krusial diatas akan menemukan jawabannya di dalam buku ini.
Urgensi buku ini bagi pegiat desa adalah rekaman proses fasilitasi penguatan BUM Desa yang dipaparkan pada bab terakhirnya. Akhirnya, bisa saya katakan, buku ini ibarat sebagai sebuah kompas bagi nahkoda kapal di tengah samudra. Demikian juga buku ini mampu menjadi peta pemandu bagi pegiat desa dalam melakukan kerja-kerja pemberdayaannya. Kerja pengabdian tanpa batas waktu.
*Pendamping Desa Kec. Paciran Kab. Lamongan, Jawa Timur. Tinggal di Desa Drajat, Kec. Paciran
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar