Opini Terbaru

Between Facts and Norms, Pemikiran Hukum Jürgen Habermas (2): Pengantar dari Jürgen Habermas

Gambar
PENGANTAR Jürgen Habermas  | Penerjemah: Anom Surya Putra | Di Jerman, filsafat hukum telah lama tidak lagi menjadi materi pembahasan bagi para filsuf. Jika saya jarang menyebut nama Hegel dan lebih mengandalkan teori hukum Kantian, hal ini juga mengungkapkan keinginan saya untuk menghindari suatu model yang menetapkan standar yang tidak dapat dicapai bagi kita. Memang, bukan kebetulan bahwa filsafat hukum, dalam mencari kontak dengan realitas sosial, telah bermigrasi ke aliran-aliran (mazhab) hukum. [1] Namun, saya juga ingin menghindari ilmu hukum teknis yang terfokus pada fundasi-fundasi hukum pidana. [2] Apa yang dulunya dapat dianut secara koheren dalam konsep-konsep filsafat Hegelian saat ini menuntut pendekatan pluralistis yang menggabungkan perspektif teori moral, teori sosial, teori hukum, serta sosiologi dan sejarah hukum. Saya menyambut ini sebagai kesempatan untuk menampilkan pendekatan pluralistis yang sering tidak diakui/disadari teori tindakan komunikatif. Konsep-konse

Ruwat BUM Desa "Merpati" (Bagian II)



Mengembalikan BUM Desa Merpati Menuju BUM Desa Sejati - Oleh: Agus Fathorrosi.

Judul buku: Ruwat BUM Desa Merpati

Penulis: Anom Surya Putra

Penerbit: Jarkom Desa

Cetakan: Pertama, Februari 2018

Tebal: xiv + 108 halaman

Saat ini, Desa dihadapkan pada masalah dan tantangan dalam proses penyelenggaraan pemerintahannya berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. 

Diantaranya adalah problem empiris dan normatif tentang keabsahan Peraturan Desa sebagai aspek pengubah hukum, syarat domisili pemerintah desa, demokrasi asli Badan Permusyawaratan Desa (BPD), aporia Dana Desa dan isu korupsi, kesehatan berdesa hingga masalah Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa).

Pasca terbitnya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, aturan lama BUM Desa itu tidak lagi berlaku lagi dan digantikan dengan alur kebijakan yang mengalir dari UU Desa. Perjalanan sejarah kelembagaan politik yang berwenang mengurusi Desa menghasilkan kementerian baru, yakni Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT). Atas dasar wewenang Kementerian Desa PDTT, terbit pengaturan baru tentang BUM Desa ke dalam Peraturan Menteri Desa PDTT No. 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan dan Pembubaran BUM Desa.

Geliat pendirian dan pengelolaan BUM Desa pun terjadi sejak Kementerian Desa PDTT menempatkan BUM Desa sebagai target capaian keberhasilan teknokratik. BUM Desa diakui sebagai kewenangan lokal skala Desa, sehingga siasat kebijakan "intervensi" aparatus supra Desa atas BUM Desa menjadi ketinggalan zaman. Membangun BUM Desa dari "atas" atau intervensi atas BUM Desa sudah gugur secara normatif dalam UU Desa. Wewenang (bevoegheid) aparatus supra Desa dibatasi dalam skala fasilitasi (to facilitate; memudahkan), sehingga kekuatan intervensi sudah tidak berdaya ikat bagi semesta BUM Desa.

Berangkat dari inilah, Anom Surya Putra dalam bukunya yang berjudul Ruwat BUM Desa Merpati mencoba mengurai lebih dalam bagaimana mengembalikan (baca: membebaskan) BUM Desa dari tekanan yang serba intervensi aparatus supra Desa menuju BUM Desa berdasarkan kewenangan hak asal usul, kewenangan lokal berskala Desa dan kaya akan prakarsa dari masyarakat Desa itu sendiri.

Kedudukan BUM Desa tak dapat dipisahkan dengan rencana investasi Desa. Terminologi rencana investasi Desa dalam UU Desa bukanlah dibingkai dalam perspektif "ekonomi melihat Desa", akan tetapi "Desa melihat ekonomi". Dalam lingkup implemetasi kebijakan BUM Desa, posisi Kementerian Desa PDTT dan institusi pemerintah lainnya sudah saatnya kritis atas labelisasi ekonomi subsisten Desa, dan beralih ke tradisi lokalitas sebagai mesin pertumbuhannya. Sebab perlu menjadi catatan bahwa tujuan utama dari pembangunan ekonomi desa adalah menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan masyarakatnya untuk menikmati kehidupan, sehat dan berumur panjang (hlm. 8).

Buku ini juga mengajak kepada kita sebagai pembaca bagaimana cara menggerakkan ekonomi kerakyatan desa dan menumbuhkan prakarsa Desa yang berdampak pada peningkatan Pendapatan Asli Desa (PADesa), maka Desa adalah pihak yang berkuasa dan berhak mengelolanya, sepanjang ditujukan untuk common pool resources dan upaya ini dapat diwujudkan melalui BUM Desa. Prakarsa Desa penting sekali untuk dicermati sebagai input (masukan) kebijakan pembangunan skala lokal Desa. 

Praktek demokrasi deliberatif melalui musyawarah Desa dengan agenda pendirian dan pengelolaan BUM Desa merupakan proses kebijakan publik. BUM Desa diharapkan mampu menstimulasi dan menggerakkan roda perekonomian di pedesaan, sehingga aset ekonomi yang ada di Desa harus dikelola oleh masyarakat Desa (hlm. 10 -- 11).

Sementara pada bagian bab II dan bab III dalam buku ini, Anom juga menginformasikan atau menggambarkan kepada kita semua secara lengkap (walaupun tidak sampai dikatakan sempurna), bagaimana kondisi sosiologis BUM Desa di Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Ponorogo (dua Kabupaten yang menjadi objek penelitian penulis tentang BUM Desa) mengalami keberhasilan dan kegagalan BUM Desa di Inodnesia yang mengalami intervensi aparatus supra Desa.

Pada bagian akhir buku ini, penulis juga memberikan pengetahuan kepada kita sebagai pembaca bagaimana BUM Desa itu menuju kesejatiaannya sesuai dengan cita-cita UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, yaitu penjelasan BUM Desa sebagai Badan Hukum Publik, melakukan pemetaan potensi atau aset Desa (disertai contoh tabel pemetaanya), merancang Peraturan Desa (Perdes) BUM Desa dan Keputusan Kepala Desa AD/ART serta pengembangan unit usaha Bum Desa sebagai Badan Hukum Privat (hlm. 60 -- 70). 

Terlepas dari kelebihan dan kekurangan buku ini, pembaca juga dimanjakan oleh penulis dengan memberikan contoh dalam pembuatan (perumusan) Peraturan Desa tentang Badan Usaha Milik Desa dan Keputusan Kepala Desa tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Badan Usaha Milik Desa (lampiran-lampiran).

Walhasil, buku ini kiranya sangat disayangkan untuk tidak kita baca karena bagus untuk menjadi bahan referensi ataupun pegangan bagi pemangku kebijakan tentang Desa (Pemerintah ataupun Kementerian), pegiat Desa, fasilitator Desa, pengurus BUM Desa sendiri serta para Tenaga Pendamping Profesioanl (baik dari tingkat nasional sampai Lokal Desa) yang mendampingi Desa dalam proses pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa.

Salam Berdesa!!!

*Penulis adalah Pendamping Lokal Desa (PLD) Kecamatan Kalisat -- Kabupaten Jember Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) Provinsi Jawa Timur, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kementerian Desa PDTT)

Komentar

Artikel Terpopuler

21-Days of Abundance Meditation Challenge Deepak Chopra

Day 2 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 1 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 15 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 12 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 13 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Day 7 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Permendagri No. 114/2014 tentang Pembangunan Desa Tidak Berlaku, Lex Posterior Derogat Legi Priori

Sosiologi Hukum Mathieu Deflem (3): Memulihkan Sosiologi Hukum

Between Facts and Norms, Pemikiran Hukum Jürgen Habermas (2): Pengantar dari Jürgen Habermas