Opini Terbaru

Between Facts and Norms, Pemikiran Hukum Jürgen Habermas (2): Pengantar dari Jürgen Habermas

Gambar
PENGANTAR Jürgen Habermas  | Penerjemah: Anom Surya Putra | Di Jerman, filsafat hukum telah lama tidak lagi menjadi materi pembahasan bagi para filsuf. Jika saya jarang menyebut nama Hegel dan lebih mengandalkan teori hukum Kantian, hal ini juga mengungkapkan keinginan saya untuk menghindari suatu model yang menetapkan standar yang tidak dapat dicapai bagi kita. Memang, bukan kebetulan bahwa filsafat hukum, dalam mencari kontak dengan realitas sosial, telah bermigrasi ke aliran-aliran (mazhab) hukum. [1] Namun, saya juga ingin menghindari ilmu hukum teknis yang terfokus pada fundasi-fundasi hukum pidana. [2] Apa yang dulunya dapat dianut secara koheren dalam konsep-konsep filsafat Hegelian saat ini menuntut pendekatan pluralistis yang menggabungkan perspektif teori moral, teori sosial, teori hukum, serta sosiologi dan sejarah hukum. Saya menyambut ini sebagai kesempatan untuk menampilkan pendekatan pluralistis yang sering tidak diakui/disadari teori tindakan komunikatif. Konsep-konse

Permendagri No. 114/2014 tentang Pembangunan Desa Tidak Berlaku, Lex Posterior Derogat Legi Priori

Masalah populer tentang regulasi yang mengatur Desa antara lain adalah pertentangan normatif antara Permendagri No. 114/2014 tentang Pembangunan Desa dan Permendesa PDTT No. 21/2020 tentang Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Persoalan klasik hukum yang sering terdengar dalam berbagai perbincangan adalah aturan mana yang lebih sahih berlaku?

Dalam pandangan intrinsik hukum persoalan semacam ini mudah dilakukan penyelesaian.

Permendagri No. 114/2014 tersebut terbit atas dasar norma delegatif dari PP No. 43/2014, sedangkan PP No. 43/2014 kemudian mengalami perubahan menjadi PP No. 47/2015. Aturan baru ini mengatur kewenangan Menteri Desa untuk menerbitkan aturan pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa, sehingga terbitlah Permendesa PDTT No. 21/2020 tersebut. Asas hukum yang populer menyatakan  lex posterior derogat legi priori bahwa hukum yang baru mengesampingkan aturan lama, sehingga Permendesa PDTT No. 21/2020 mengesampingkan Permendagri No. 114/2014.

Sekilas Asas Lex Posterior Derograt (Legi) Priori

Henry Campbell Black dalam Black's Law Dictionary: Definitions of the Terms and Phrases of American and English Jurisprudence, Ancient and Modern, Revised Fourth Edition (St. Paul, Minn., West Publishing Co., 1968), menjelaskan secara singkat tentang Lex Posterior Derogat Priori. 

LEX POSTERIOR DEROGAT PRIORI adalah suatu statuta (aturan dasar) yang-baru-terbit, menghilangkan efek statuta (aturan dasar) sebelumnya.

Statuta (aturan dasar) yang-baru-terbit itu harus secara tegas mencabut, atau secara nyata melawan,  statuta (aturan dasar) sebelumnya.

Arti kata LEX pada LEX POSTERIOR DEROGAT PRIORI dalam Ilmu Hukum (jurisprudence) Romawi adalah sebagai berikut: 

  • Hukum positif, sebagai lawan dari hukum alam. 
  • Sistem hukum yang diturunkan dari Twelve Tables, dan membentuk dasar dari semua hukum Romawi. 
  • Persyaratan perjanjian perdata yang berisi tentang syarat suatu kewajiban. 
  • Bentuk kata-kata yang ditentukan untuk digunakan pada kesempatan-kesempatan tertentu.

Permendagri No. 114/2014 Perlu Dicabut? 

Lalu, mengapa Permendagri yang sudah tidak berlaku secara normatif itu seolah tetap berlaku dan tidak dicabut?

Menteri Dalam Negeri tidak punya kewenangan mencabut aturan Permendagri No. 114/2014 berdasarkan PP No. 47/2015, seperti halnya Menteri Desa tidak berwenang mencabut Permendesa No. 1/2015 tentang kewenangan berdasar hak asal-usul dan kewenangan lokal berskala Desa yang telah digantikan Permendagri No. 44/2016 tentang kewenangan Desa.

Masalah kesahihan aturan mudah untuk diselesaikan tetapi apakah situasi empiris di Desa mempersoalkan kesahihan aturan itu? Kita lebih tepat mendiskusikan hal ini secara terbuka dalam pendekatan berbasis bukti (Evidence-Based Policymaking) dan pertimbangan normatif asas-asas hukum, daripada semata memperdebatkan dalam pertimbangan asas hukum tapi buta fakta.

Kendala Empiris

Salah satu situasi yang penulis jumpai dalam dialog bebas di Desa adalah seandainya Permendagri No. 114/2014 tidak berlaku, apakah substansi hukum dalam Permendesa PDTT NO. 21/2020 yang mengatur tahap perencanaan berbasis data SDGs Data berjalan sukses? Ternyata, tidak. Tidak semua Desa paham SDGs Desa. Tidak semua Desa tidak bermasalah dengan aplikasi SDGs Desa atau situs SDGs Desa. Tidak semua pendamping Desa paham cara mengintepretasi data SDGs Desa, apalagi data SDGs Desa yang masih “N/A” atau datanya belum terunggah semua akibat migrasi data yang belum tuntas. Akibatnya, perencanaan pembangunan Desa belum tentu konsisten melaksanakan Permendesa PDTT tersebut.

Jalan lain untuk mengatasinya adalah buka mata, buka telinga, buka nalar, berdialog dengan Desa. Mulai berpikir sejak di dalam pikiran bahwa secara sosiologi hukum, hukum membahas aturan dan praktik, sedangkan dalam filsafat hukum deliberatif, hukum merupakan sistem tindakan komunikatif dan bukan semata aturan.

Selamat berdialog dengan Desa.

Komentar

Anom Surya Putra mengatakan…
Masih panjang perjuangan untuk dialektika terbuka antar regulasi yang mengatur Desa. Tidak sekedar melaksanakan dan mengkritik tapi lebih didasari dengan tindakan komunikatif antara negara dan Desa.
Lutpan.... mengatakan…
Tinggal kemudian persfektif mana yang dipakai oleh desa dan supra desa dalam mengurai persoalan tersebut, apakah sosiologi hukum ataukah filsafat hukum deliberatif..

Artikel Terpopuler

Sosiologi Hukum Mathieu Deflem (3): Memulihkan Sosiologi Hukum

Day 1 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

Cerita Bersambung Kerumunan adalah Neraka [6]

Proyek Perubahan Citra Diri Pendamping Desa oleh Ibe Karyanto (Adaptasi Pasca MoT-ToT)

Day 5 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)

BKAD PNPM MPd dan organ UPK Bukan Badan Hukum Pasca Putusan Mahkamah Agung Oktober 2021

Cerita Bersambung Kerumunan adalah Neraka [12]

Api Menyala dari Mata Air Kembar (17): Restorasi Struktur Organisasi BUM Desa

Day 14 21-Day Meditation Challenge Creating Abundance (Deepak Chopra)